Laporan Wartawan Grid.ID, Novia Tri Astuti
Grid.ID - Aksi demo besar-besaran terkait penolakan Omnibus Law RUU Cipta Kerja beberapa waktu terakhir telah memicu kericuhan.
Meninggalkan sejumlah kerusakan dan berbagai insiden, seorang mahasiswa di Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta mencuri perhatian.
Dikabarkan mengalami nasib malang setelah melakukan aksi unjuk rasa, mahasiswa berinisial ARN (20) kini terbaring di salah satu ruangan di Rumah Sakit Bhayangkara Yogyakarta.
Baca Juga: Diduga Lupa Mematikan Aplikasi Kuliah Daring, Seorang Mahasiswi Terciduk Melakukan Tindak Mesum
Terkapar penuh luka di rumah sakit, ARN dikabarkan telah menjadi korban penganiayaan aparat polisi.
Melansir informasi dari Kompas.com Selasa (13/10/2020), ARN mengaku babak belur setelah dianiaya oleh aparat kepolisian usai mengikuti aksi unjuk rasa Kamis (8/10/2020) lalu.
Tindak penganiayaan yang dilakukan aparat kepolisian, diakui ARN bermula saat ia berusaha berlindung dari kericuhan di balik aparat.
Niat hati berlindung, ARN justru ditangkap dan dibawa bersama demonstran lain untuk diinterogasi.
Namun, saat berada di gedung DPRD bersama para demonstran yang diamankan, ia justru dianiaya tanpa ampun.
"Kepala dan muka saya beberapa kali dipukul, sampai gagang kacamata saya patah," kata dia.
Selain menjadi korban kekerasan, ARN juga diminta untuk mengakui bahwa dirinya adalah provokator setelah memeriksa ponselnya.
"Mereka anggap chat saya dengan mahasiswi ini untuk provokasi demo Gedung DPRD jadi ricuh," kata ARN.
Mengetahui hal tersebut, Direktur Kemahasiswaan UGM Suharyadi sempat mengunjunginya ketika selang infus dan oksigen masih terpasang di tubuhnya.
"Pak Haryadi minta saya tetap semangat tetap pikir positif. Saya ingin masalah ini cepat selesai dan bisa kuliah kembali," ujar dia.
Lebih lanjut melansir informasi dari TribunnewsMaker.com, Kapolresta Yogyakarta Kombes Purwadi Wahyu Anggoro angkat bicara.
Purwadi Wahyu Anggoro, membantah adanya pemukulan oleh pihak kepolisian saat melakukan interogasi terhadap ARN.
"Tidak ada. Yang sudah di Polresta tidak ada pemukulan, mereka kan di lapangan," kata Purwadi saat dikonfirmasi melalui pesan.
Selain soal pemukulan, ia juga membantah informasi bahwa ARN dipaksa oleh aparat untuk mengaku sebagai provokator.
"Nggak ada, kita sesuai bukti pendukung. Yang tidak sesuai dengan fakta hukum ya kita lepaskan. Sudah bukan zamannya paksa-paksa orang mengaku," ucap dia.
Selain itu, Purwadi juga mengatakan, dalam interogasi pengakuan bukanlah bukti utama yang dicari.
"Tidak mengaku pun kalau ada saksi dan bukti sudah cukup," kata Purwadi.
Sementara itu pihaknya juga menyebutkan bahwa ARN sudah diperbolehkan pulang pada Sabtu malam dan dia tetap dikenakan wajib lapor.
"Wajib lapor. Tapi lihat kondisi kesehatan yang bersangkutan," kata Purwadi.
(*)