Find Us On Social Media :

Berdarah Indonesia, Keluarga Gitaris Legenda Eddie Van Halen Hadapi Rasisme yang Kejam

By Silmi Nur Aziza, Selasa, 13 Oktober 2020 | 18:57 WIB

Eddie Van Halen

Laporan Wartawan Grid.ID, Silmi Nur A

Grid.ID - Menjadi seorang gitaris legenda tak membuat hidup Eddie Van Halen selalu lancar.

Bahkan nih, Eddie Van Halen mengaku sempat mendapat pem-bully-an sebelum ia menjadi terkenal.

Dalam wawancara 2019 dengan podcast WTF dengan Marc Maron, rekan seband Eddie Van Halen, David Lee Roth mengungkapkan bagaimana keluarga Alex dan mendiang Eddie Van Halen menderita rasisme karena identitas mereka sebagai ras campuran.

Baca Juga: Tak Bisa Kunjungi Tio Pakusadewo Selama di Rumah Tahanan, Anak Kedua Sang Aktor Ungkapkan Kerinduannya

David Lee Roth menjelaskan bahwa keduanya sering diejek sebagai 'keturunan campuran' di Belanda.

Dilansir dari People, ibu Alex dan Eddie, Eugenia lahir di Indonesia dan ayah mereka, Jan, di Belanda.

"Itu masalah besar. Anak-anak rumahan itu tumbuh di lingkungan rasis yang mengerikan di mana mereka benar-benar harus meninggalkan negara itu [Belanda]," ujar David Lee Roth, 66, dalam podcast.

“Mereka datang ke Amerika dan tidak berbicara dengan bahasa Inggris sebagai bahasa ibu mereka di awal tahun 60-an,” ujarnya kemudian.

Baca Juga: Hamil Anak Ketiga Tapi Tetap Langsing, Intip Cantiknya Adinda Bakrie, Sosialita Sepupu Ardi yang Tak Kalah Cantik dari Nia Ramadhani

"Jadi percikan semacam itu, hal semacam itu [rasisme], benar-benar terasa."

Sebelumnya Eddie Van Halen sempat menceritakan bagaimana ibunya dianggap sebagai warga warga kelas bawah.

Hal tersebut diceritakan sang gitaris dalam sebuah wawancara pada tahun 2017.

Di California, ibu Eddie Van Halen, Eugenia bekerja sebagai seorang pembantu dan ayahnya merupakan seorang petugas kebersihan.

Baca Juga: Mujur Sekali Nasib Pria Ini, Benteng Berusia 500 Tahun yang Dibekukan di Amerika Ini Mendadak Dibuka Hanya Untuk Menybut Satu Orang Jepang Ini, Siapa Sebenarnya Dia?

Keluarga Eddie Van Halen bahkan harus tinggal seatap dengan dua keluarga lainnya.

"Kami sudah mengalaminya [rasisme] di Belanda, kalian tahu, hari pertama, kelas satu."

"Sekarang, kamu [merujuk pada dirinya sendiri] berada di negara lain di mana kamu tidak dapat berbicara bahasanya, dan kamu sama sekali tidak tahu apa-apa tentang apa pun dan itu sangat menakutkan," ujar Eddie Van Halen tentang pengalaman rasisme yang diterimanya setelah pindah ke Amerika.

"Aku bahkan tidak tahu bagaimana menjelaskannya tapi kupikir itu membuat kita lebih kuat karena kamu harus begitu."

Baca Juga: Ciptakan Aksi Demo Penolakan UU Cipta Kerja dengan Tertib Bersama Para Buruh, Gubernur Ganjar Pranowo Ajak Massa Dangdutan

Dalam wawancara tersebut, Eddie Van Halen juga mengatakan bahwa beberapa teman pertamanya adalah mahasiswa kulit hitam karena ia dianggap sebagai kaum minoritas.

"Sebenarnya orang kulit putihlah yang menjadi pengganggu," katanya.

"Mereka akan merobek pekerjaan rumah dan ujianku, menyuruhku makan pasir di taman bermain, semua hal itu, dan anak-anak kulit hitam membelaku."

Eddie dan Alex, 67, mendirikan Van Halen pada tahun 1972 di Pasadena, California.

Sejak saat itu, mereka telah merilis 12 album studio, termasuk album terbaru A Different Kind of Truth pada tahun 2012.

Baca Juga: Syakir Daulay Minta Perjanjian Jual Beli Akun YouTube Dibatalkan, Pihak ProAktif: Menggelikan!

Album self-title tahun 1978 milik band ini menampilkan trek ikonik seperti 'Runnin with the Devil, 'Ain't Talkin 'Bout Love', dan 'You Really Got Me'.

Album hit besar mereka 1984 menampilkan lagu-lagu seperti 'Jump', 'Hot for Teacher', dan 'Panama'.

Eddie Van Halen meninggal di usia 65 tahun pada 6 Oktober lalu setelah bertahun-tahun berjuang melawan kanker.

Putranya, Wolf, berbagi berita kematiannya di media sosial dengan menulis, "Hatiku hancur dan aku tidak berpikir aku akan pernah sembuh dari rasa kehilangan ini."(*)