Laporan Wartawan Grid.ID, Devi Agustiana
Grid.ID – Nugget ayam sudah menjadi makanan favorit semua orang, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa menyukai makanan cepat saji ini.
Rasanya yang gurih dan lezat, membuat nugget ayam nikmat disajikan kapan pun.
Akan tetapi dibalik kelezatannya, kamu perlu tahu fakta mengejutkan.
Mengutip laman Kompas.com, menurut studi para ahli asal University of Mississipi Medical Center, Amerika Serikat, nugget ayam justru lebih banyak mengandung lemak daripada daging ayam itu sendiri.
Studi itu diawali oleh keingintahuan para peneliti mengingat begitu banyaknya ayam yang diolah menjadi nugget, yaitu sekitar 50 persennya.
Setelah diteliti, mereka menemukan nugget ayam tidak hanya mengandung daging seperti yang selama ini diklaim.
"Daging ayam bukan merupakan komponen utama dari nugget. Sebaliknya komponen yang dominan pada nugget adalah lemak, kulit, tulang, saraf, dan jaringan penghubung ayam," catat para peneliti.
Studi sebelumnya yang dimuat dalam Journal of Food Science and Technology menemukan, 30 persen kandungan makanan olahan daging terdiri dari lemak.
Bahkan, menurut studi baru, kadar lemak pada makanan olahan daging berpotensi lebih dari itu.
Di lain pihak, gerai makanan cepat saji mengklaim, nugget ayam terbuat dari 100 persen daging ayam dan tidak dicampur dengan bahan lainnya.
Baca Juga: Berbulan-Bulan Menahan, Bocah Autis 9 Tahun Ini Dibuat Menangis Oleh Keluarga karena Nugget!
"Sederhana saja, nugget ayam terbuat dari daging ayam," tulis mereka.
Lebih lanjut, survei yang dimuat dalam laporan berjudul Organix: Engineering Taste, mengungkapkan kebiasaan mengonsumsi makanan olahan membuat anak-anak kehilangan selera pada makanan rumahan.
Dilansir Grid.ID dari laman Nakita, makanan olahan yang mengandung bahan pengawet, cita rasa buatan, dan pewarna, membuat anak makan lebih cepat sehingga jangan heran jika nugget ayam membuat anak-anak makan lebih lahap.
Umumnya, kamu butuh waktu 30 menit untuk menyiapkan makanan sekaligus makan.
Ketika makan, perut kita mengirimkan sinyal ke otak untuk memberitahu kapan kita kenyang.
Baca Juga: 5 Potret Bongkahan Emas Terbesar yang Pernah Ditemukan di Dunia, Beratnya Mencapai 90 Kg!
Hal ini berlaku jika kita makan dengan perlahan, yang butuh waktu kira-kira 20 menit.
“Namun, karena makanan olahan memberikan sensasi rasa lebih cepat dan serbuan rasa itu menghilang dengan cepat, hal itu mengabaikan penerima rasa kita, dan mengesampingkan sinyal perut ke otak. Akibatnya anak merasa lebih cepat lapar, dan mereka makan lebih banyak," ujar Taste Psychologist, Greg Tucker yang mengadakan studi ini.
Beberapa anak berpikir makan adalah kegiatan yang memerlukan usaha dan waktu terutama bila rasa yang diterima lidahnya tidak dirasa enak.
Bahkan mengunyah makanan saja butuh kerja keras bagi anak karena mulut yang masih mungil dan gigi yang masih goyah butuh waktu lebih lama untuk memecah makanan.
Studi tersebut mendapati kalau anak-anak merasa makan nugget ayam lebih mudah daripada makan dada ayam.
Baca Juga: Jokowi Akui Pernah Remehkan Bisnis Pisang Goreng Nugget Milik Kaesang
Hal ini dikarenakan pelapis tepung roti yang digunakan pada nugget langsung hancur di mulut tanpa banyak usaha.
Jika kamu terlalu sering memberikan nugget ayam pada anak, ia akan kesulitan untuk beradaptasi mencerna makanan rumahan yang memiliki tekstur bermacam-macam.
"Anak-anak jadi mencari kepuasan rasa dengan cepat dan makan dengan gampang, dan akibatnya kehilangan kemampuan dan keinginan untuk meluangkan waktu dan upaya untuk menikmati makanan rumahan," lanjut Tucker mengenai efek buruk mengonsumsi makanan olahan.
Pada jangka panjang makanan rumahan akan dianggap jadi penghalang bagi tubuh anak-anak untuk mendapatkan makanan yang mudah dimakan.
Mereka perlahan akan kehilangan kemampuan untuk mengecap rasa, aroma, dan tekstur makanan.
Terakhir, sebuah penelitian beberapa waktu lalu menunjukkan, kebiasaan makan daging olahan berkontribusi pada kematian di usia muda.
Hal itu terjadi karena daging olahan mengandung garam yang tinggi, serta bahan-bahan kimia sebagai pengawet.
Kandungan itu pula yang berperan dalam meningkatkan risiko penyakit, seperti penyakit jantung, stroke, hipertensi, atau kanker.
Oleh karena itu, penting memilih makanan yang tak hanya enak tapi juga aman.
(*)