Meskipun spesiesnya terus berkurang, namun keberadaan lumba-lumba di pantai selatan diakui Suris masih cukup banyak.
Bahkan, nelayan di sana tidak jarang sering berpapasan dengan lumba-lumba tersebut.
Mengingat wisatawan di pantai tersebut cukup banyak, Tim SAR dan warga akhirnya segera mengubur bangkai di tepi pantai untuk menghindari bau tak sedap.
Saat disinggung mengenai puncak gelombang laut yang diprediksi terjadi pada hari ini.
Suris menyampaikan, hingga Kamis pagi kondisi air laut masih cukup landai.
"Sejak malam tadi seluruh anggota standby untuk memantau pergerakkan gelombang, siang nanti kami akan menggunakan sistem jemput bola dalam mengingatkan pengunjung yang bermain air di pantai," ujarnya.
Melansir informasi dari TribunewsWiki.com, informasi serupa juga pernah terjadi di Sungai Segah, Jl Kartini, Pelabuhan Tanjung Redeb, Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur.
Seekor lumba-lumba ditemukan warga dalam kondisi mati pada 19 September 2020 itu lantas membuat heboh dan menarik perhatian warga sekitar.
Baca Juga: Laki-Laki, Kunci Kesetaraan Gender dan Penghapusan Kekerasan Seksual
Selain lumba-lumba tersebut berukuran jumbo, masyarakat juga menganggap apabila mamalia tersebut merupakan Pesut Mahakam.
Sebab, lumba-lumba tersebut ditemukan mati di Sungai Segah yang diketahui memiliki air tawar, sementara mamalia tersebut seharusnya hidup di air laut.
Mengetahui keberadaan bangkai lumba-lumba itu, akhirnya warga segera mengevakuasinya ke kantor BKSDA wiayah Barau.
Kepala BKSDA Berau Dheny Mardiono memastikan bangkai tersebut merupakan mamalia laut yakni lumba-lumba jenis hidung botol.
"Dari hasil identifikasi foto kemudian kami konsultasi sama ahli bahwa ini jenis lumba-lumba hidung botol dengan beberapa kesamaan seperti panjang, hidungnya sehingga itu yang kami jadikan patokan,” kata Dheny ke TribunKaltim.co, saat ditemui di kantornya.
(*)