China semakin berhasil membuat negara-negara Pasifik yang pro-Taiwan "berbalik arah" dengan komitmen investasi yang tidak dapat ditandingi Taipei.
Tahun 2019, Kiribati dan Kepulauan Solomon menyuarakan dukungan mereka untuk kebijakan "Satu China".
AS dan sekutunya khawatir Palau akan melakukan hal yang sama dalam menghadapi imbauan China, terutama ketika negara kepulauan itu mengalami kesulitan dalam pembangunan ekonomi.
Meski demikian, Palau masih menjalin kerja sama dengan Taiwan, menurut Fowdy.
Selain itu, negara kepulauan itu kini ingin mempertahankan kepentingannya dengan mengundang AS untuk mendirikan pangkalan militer.
Langkah ini akan membantu Palau meningkatkan pengaruh dan menerima lebih banyak dukungan diplomatik.
Tidak ada alasan bagi Amerika Serikat untuk menolak tawaran seperti itu karena Washington sangat fokus pada militerisasi Pasifik.
Ini tidak berarti bahwa China sudah kalah. Pulau-pulau lain seperti Tonga, Samoa atau Vanuatu adalah bagian dari inisiatif "Belt Road" China, dan ada spekulasi bahwa China sedang mempertimbangkan untuk membangun pangkalan di wilayah tersebut.
Berpalingnya Palau dari Cina tidak berarti bahwa negara kepulauan lain di kawasan itu cenderung melakukan hal yang sama.
Bahkan negara kepulauan lainnya sangat antusias bekerja sama dengan Beijing untuk menentang "dominasi" AS dan Australia selama lebih dari 7 dekade di kawasan tersebut.
Intinya, permainan politik besar trans-Pasifik sedang memanas, menurut Fowdy.
Baca Juga: Inilah 10 Militer Paling Miskin di Dunia, Nomor 1 Hampir Tidak Punya Apa-apa
Baik China dan AS akan terus menarik negara-negara kepulauan Pasifik di pihak mereka, untuk menerapkan strategi hebat di masa depan.
Palau melihat ini sebagai peluang, dan begitu pula negara kepulauan Pasifik lainnya.
(*)
Artikel ini telah tayang di Intisari Online dengan judul Namanya Hampir Tak Dikenal, Negara Kecil yang Terletak Dekat Indonesia Ini Mendadak Serahkan Diri Untuk Dijadikan Pangkalan Militer AS, Gara-gara Ketakutan dengan China?