Saat dimintai keterangan, Idris mengatakan bagaimana kronologis kejadian kekerasan yang mereka dapat saat demo penolakan Omnibus Law yang diduga dilakukan oknum polisi.
"Semua korban pemukulan diinterogasi, terkait pemukulan peserta aksi," ujarnya, Kamis (26/11/2020).
"Banyak pertanyaan yang disampaikan ke saya, 20 lebih pertanyaan saya sama dengan teman-teman yang lain," tambahnya.
Selain itu, kejadian yang dialaminya juga menimpa beberapa rekan lain.
Setelah diambil keterangan korban dan saksi, Idris berharap kasus yang menimpa dirinya dan rekannya segera mendapatkan hasil.
Setidaknya, Idris berharap oknum polisi yang melakukan pemukulan terhadap mahasiswa dapat diungkapkan identitasnya.
Sebelumnya, pada 6 November 2020 lalu korban dan para saksi telah menyerahkan bukti kekerasan yang dilakukan oknum polisi berupa foto dan video.
Melansir dari Kompas.com, aksi penolakan Omnibus Law RUU Cipta Kerja pada bulan Oktober 2020 lalu sempat menimbulkan berbagai aksi.
Salah satunya yakni Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) dan Aliansi-aliansi Daerah untuk menyerukan aksi mogok nasional pada 6, 7, dan 8 Oktober 2020.
Seruan aksi ini dipicu oleh kesepakatan DPR dan pemerintah untuk mengesahkan omnibus law RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang melalui rapat paripurna 8 Oktober lalu.
"Pada 6, 7, 8 Oktober 2020 ini Gebrak dan seluruh aliansi dan jaringan di wilayah Indonesia menyerukan aksi nasional pemogokan umum rakyat Indonesia," jelas Perwakilan Gebrak yang juga Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika, dalam konferensi pers virtual, Minggu (4/10/2020).
(*)