Laporan Wartawan Grid.ID, Devi Agustiana
Grid.ID – Tahukan kamu bahwa mulai usia 6 bulan sampai 3 tahun adalah masa kritis terjadinya anemia anak, loh.
Hal ini karena kebutuhan zat besi dan zat gizi lainnya meningkat, masa cepat pertumbuhan, dan kebutuhan zat besi yang sangat kurang.
Bahkan, 47 persen anak di dunia mengalami anemia, 50-60 persen penyebabnya adalah karena defisiensi zat besi.
Baca Juga: Sutradara Umumkan Tanggal Rilis Film Hollywood Terbaru Joe Taslim, Catat Tanggalnya!
Saat mengalami anemia, anak akan mudah mengalami lelah, pusing, pucat, dan pika (mengunyah atau makan benda tertentu).
Adapun kekurangan zat besi adalah kondisi ketika kadar ketersediaan zat besi dalam tubuh lebih sedikit dari kebutuhan harian.
Sebagai bagian dari hemoglobin, fungsi utama zat besi adalah mengantarkan oksigen dari paru-paru untuk digunakan oleh bagian-bagian dalam tubuh anak.
Tanpa zat besi, organ-organ tubuh tidak mendapatkan oksigen yang cukup sehingga menyebabkan gangguan tumbuh kembang anak baik secara kognitif, fisik, hingga sosial.
Dijelaskan oleh oleh Dokter Spesialis Gizi Klinik dan Ketua Departemen Ilmu Gizi Klinik FKUI, dr. Nurul Ratna Mutu Manikam, M.Gizi, SpGK, inilah beberapa faktor penyebab anak kekurangan zat besi:
1. Terlambat memperkenalkan makanan pendamping ASI (MPASI)
Kita sudah tahu memperkenalkan MPASI itu diusia 6 bulan.
Namun, tak sedikit orangtua yang masih ragu untuk mengenalkan makanan ini pada anak.
“Karena orangtuanya ragu-ragu mencoba makanan baru dan sebagainya, terlambat. Sehingga berisiko mengalami anemia.” kara dr Nurul dalam acara diskusi virtual yang diikuti Grid.ID (17/12/2020).
2. Pola konsumsi
Pola konsumsi makanan pun jadi faktor selanjutnya.
Ternyata pola konsumsi orang Indonesia kurang protein, terutama hewani.
“Saya tidak tahu mungkin ini adalah faktor kebiasaan dari keluarga, misalnya takut makan daging tidak segar atau takut makan ikan karena takut gatal. Padahal kita tahu sumber hewani itu kaya akan zat besi,” paparnya.
Baca Juga: Insting Kuat Ibu Reino Barack, Tolak Luna Maya Tapi Beri Pesan ini Sebelum Anaknya Nikahi Syahrini
3. Kurang konsumsi fortifikasi zat besi
Kurang konsumsi fortifikasi zat besi dalam makanan dan formula pertumbuhan.
“Kalau diambil dari makanan sehari-hari saja, misalnya protein hewani, ternyata kebutuhannya bisa masih kurang,” jelas dr. Nurul.
Ini karena kemampuan makan anak yang belum banyak sampai usia 7 bulan.
“Karena kan kemampuan makannya belum banyak pada saat usia 6 sampai 7 bulan.”
“Jadi harus dipenuhi dari makanan dan pola pertumbuhan yang tentu saja sudah difortifikasi,” tegas dr. Nurul.
4. Pemberian suplemen yang tidak sesuai indikasi
Menurut dr. Nurul, ketidaktahuan dosis pada suplemen juga bisa jadi penyebab penghambat penyerapan zat besi.
“Misalnya kita nggak tahu kadar hb-nya berapa, langsung diberikan siplementasi. Atau diberikan suplementasi tapi dosisnya tidak sesuai,” pangkas dr. Nurul.
Baca Juga: Intip Cara Unik Alyssa Soebandono Saat Hadapi Anak Pertamanya yang Picky Eater
5. Tidak patuh minum suplemen
Perlu diketahui bahwa suplemen zat besi bukan sesuatu yang menyenangkan, karena bisa menyebabkan mual.
“Karena anak akan mengalami mual, kembung, dan rasa ingin tidak nyaman di perut. Belum lagi buang kotorannya juga relatif lebih gelap, kadang orangtua ada mitos bahwa ada penyakit di ususnya sehingga diberhentikan suplementasinya,” jelas dr. Nurul.
Hal ini juga dapat menyebabkan anak semakin berisiko mengalami anemia akibat kekurangan zat besi.
6. Penyerapan zat besi yang tidak optimal
Terakhir adalah penyerapan zat besi di usus dan lambung yang tidak optimal.
Hal ini bisa disebabkan pada saat konsumsi suplementasi dibarengi dengan makanan lain, sehingga mengganggu penyerapannya.
Menurut dr. Nurul, adanya penyakit malabsorpsi juga menyebabkan anak tidak mampu menyerap zat besi.
“Bahkan, ada penyakit yang disebut malabsorpsi di usus, menyebabkan anak ini menjadi tidak mampu menyerap zat besi dalam jumlah yang optimal,” tutup dr. Nurul.
(*)