Laporan Wartawan Grid.ID, Devi Agustiana
Grid.ID – Ada banyak gejala Covid-19 yang dapat diketahui.
Hal itu juga bisa menunjukan kondisi kesehatan, termasuk tingkat keparahan infeksi, risiko Covid-19 yang lama, dan jenis perawatan yang mungkin diperlukan.
Sekarang, penelitian baru juga menunjukkan hubungan yang menarik antara gejala dan kekebalan yang mungkin didapat pasien setelah pemulihan.
Baca Juga: Jalani Vaksinasi Covid-19 Pertama, Dokter Tirta Tunjukkan Prosesnya: Bukan Vitamin C Ya!
Seperti dilansir Grid.ID dari Times of India, perlu diketahui bahwa beberapa orang mungkin tertular Covid-19 lebih dari satu kali.
Para ahli percaya bahwa tingkat antibodi yang dimiliki dan kekebalan bawaan akan menentukan risiko infeksi ulang.
Kekebalan yang terganggu juga berarti bahwa orang dengan penyakit penyerta tertentu lebih mungkin untuk jatuh sakit lagi.
Penelitian yang dilakukan oleh University of Wisconsin menegaskan bahwa lintasan dan pola gejala juga dapat mengetahui seberapa besar seseorang berisiko mengalami infeksi ulang.
Lantas, berapa lama antibodi bertahan di dalam sistem tubuh?
Saat sistem belajar untuk melawan infeksi, ia mengembangkan antibodi Covid-19.
Saat ini, telah disarankan bahwa antibodi dapat bertahan antara 3-6 bulan untuk seseorang, setelah itu antibodi dapat mulai berkurang.
Tanpa gejala, mereka dengan kasus infeksi yang lebih ringan justru dianggap memiliki kekebalan yang lebih rendah daripada yang lain.
Studi tersebut menganalisis sampel darah dari 113 pasien yang pulih dari Covid-19 selama lima minggu, yang kemudian dibandingkan dari sampel darah yang diambil setelah tiga bulan.
Temuan penelitian membuktikan apa yang dibuktikan oleh penelitian sebelumnya.
Laki-laki dan orang dengan penyakit Covid-19 parah lebih cenderung memiliki antibodi tahan lama yang lebih kaya.
Pasien tanpa gejala dan lebih ringan mungkin melihat jumlah antibodi memudar lebih cepat dari biasanya.
Berikut ini adalah 4 tanda umum seseorang yang memiliki kekebalan tahan lama dan risiko infeksi ulang Covid-19 lebih rendah dibandingkan dengan orang lain.
1. Demam selama lebih dari seminggu
Biasanya, demam ringan (berkisar antara 99-101 derajat Fahrenheit) dikaitkan dengan Covid-19 dan dikatakan mereda setelah 4-5 hari infeksi.
Meskipun demam juga merupakan respons alami tubuh terhadap peradangan, suhu tubuh yang bertahan lebih lama juga bisa berarti tubuh bekerja lembur untuk memproduksi lebih banyak antibodi.
Respons peradangan sistemik, seperti demam, sangat penting untuk meningkatkan respons kekebalan yang baik.
Ini bisa menjadi alasan mengapa kasus Covid-19 yang lebih ringan memiliki lebih sedikit antibodi.
2. Kehilangan nafsu makan
Dalam kasus infeksi Covid-19, kehilangan nafsu makan dikaitkan dengan Covid-19 yang parah.
Ini juga bisa terjadi ketika seseorang mengalami gejala seperti kehilangan bau dan rasa (makanan normal tidak menarik selera), infeksi tenggorokan, mual, dan kelelahan kronis.
Kehilangan nafsu makan yang ekstrem juga merupakan tanda bahwa tubuh sedang mengalami perubahan besar dan bekerja untuk menghasilkan respons peradangan sistemik yang tinggi, guna membantu dalam produksi antibodi yang kaya.
Meskipun ini mungkin merupakan indikator yang baik dari tubuh melawan dan mengembangkan kekebalan, tapi tidak boleh dianggap enteng.
Kehilangan nafsu makan jangka panjang dan masalah makan dapat mengganggu metabolisme, menyebabkan penurunan berat badan, hingga menguras energi dan kelelahan.
3. Diare
Diare merupakan konsekuensi Covid-19 parah yang dikhawatirkan dapat menyerang pasien dalam banyak kasus.
Sering juga bisa disertai gejala lain seperti infeksi usus hingga muntah.
Ini biasanya dianggap sebagai tanda bahwa virus telah mengganggu sistem pencernaan dan umum terjadi pada pasien yang dirawat di rumah sakit.
Namun, diare juga bisa berarti bahwa tubuh bekerja untuk “meningkatkan atau memberdayakan” respons antibodi alami tubuh dengan meningkatkan sel kekebalan yang ada di lapisan usus.
Baca Juga: Oh, Begini Ternyata Sejarah Pertemuan Pertama Michael Yukinobu Defretes dengan Gisella Anastasia
4. Sakit perut
Sakit perut juga merupakan tanda umum komplikasi gastrointestinal yang terkait dengan Covid-19.
Para peneliti menemukan bahwa orang-orang yang sakit perut selama infeksi, memiliki lebih banyak antibodi dan kekebalan tahan lama daripada yang orang yang tidak.
Namun, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menyimpulkan korelasi antara yang sama.
(*)