"Enggak ya. Pertama, orang itu harus diberi pengetahuan dulu mengenai vaksin. Kenapa orang takut, orang menolak, orang negatif dulu, itu karena mereka tidak paham," jelas dr Yetty.
Peneliti di Universitas Diponegoro itu juga menuturkan bahwa ada dua kemungkinan, yakni masyarakat tidak paham dengan tujuan diberinya vaksin, atau tidak peduli dengan hal tersebut.
"Tujuan vaksin kan harus dipahami dulu bahwa itu untuk menimbulkan imunitas. Apalagi sekarang dalam kondisi wabah yang seperti ini, kondisi benar-benar sudah sangat emergency," lanjutnya.
Meski angka kematian di Indonesia tidak mencapai 1 persen dari jumlah penduduknya, Yetty menyebutkan bahwa Covid-19 dapat menular tanpa memandang siapapun, bahkan bisa saja satu anggota keluarga.
"Jangan dilihat penduduk Indonesia sekian, angka segitu sedikit. Bagaimana kalau satu dari 23.000 (kematian) itu anggota keluarga kita? Semua orang pasti tidak rela kan," imbuh dr Yetty.
Menurut ahli epidemologi, imunitas masyarakat akan terbentuk apabila 70-80 persen anggota populasi itu sudah memiliki kekebalan, misalnya masyarakat yang terpapar Covid-19 dan sudah sembuh, maka sudah mempunyai antibodi dalam tubuhnya.
Namun, masih banyak masyarakat yang belum memiliki kekebalan tersebut, sehingga harus divaksin agar antibodi dapat terbentuk.
"Kebal dalam artian tidak terkena, kalau pun terkena itu gejalanya ringan dan tidak mengancam nyawa," ujar dr Yetty.
Covid-19 merupakan penyakit baru yang perlu dipelajari lebih lanjut, sehingga penelitiannya masih terus dilanjutkan.
"Itulah mengapa BPOM merilis surat emergency itu karena kondisi pandemi sangat hebat dan luas, kemudian beberapa penelitian menyebutkan bahwa vaksinnya memberi manfaat yang lebih dibanding efek sampingnya," tandasnya.
(*)