Laporan Wartawan Grid.ID, Silmi Nur A
Grid.ID - Kudeta militer Myanmar berlangsung panas.
Semua otoritas pemerintahan di Myanmar diberikan pada komandan tertinggi militer.
Keadaan darurat satu tahun telah diumumkan pada pernyataan di TV militer Myanmar.
Melansir BBC, kudeta tersebut menyusul kemenangan telak Aung San Suu Kyi dalam pemilihan umum oleh Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD).
Aung San Suu Kyi mendesak para pendukungnya untuk tidak menerima ini dan memprotes kudeta.
Dalam sebuah surat yang ditulis untuk persiapan penahanannya yang akan datang, Aung San Suu Kyi mengatakan tindakan militer membuat negara kembali di bawah kediktatoran.
Pada Senin (1/2/2021) dini hari, militer mengatakan pihaknya menyerahkan kekuasaan kepada Panglima Tertinggi Min Aung Hlaing.
Hal ini dikarenakan anggapan militer tentang kecurangan pemilu.
Baca Juga: Misterius, Kisah Kapal Hantu Tanpa Awak Berbendera Indonesia yang 'Bergentayangan' di Laut Myanmar
Saat ini, tentara berada di jalan-jalan ibu kota, Nay Pyi Taw, dan kota utama, Yangon.
Myanmar, juga dikenal sebagai Burma, diperintah oleh angkatan bersenjata hingga 2011, ketika reformasi demokrasi yang dipelopori oleh Aung Sann Suu Kyi mengakhiri kekuasaan militer.
Melihat kudeta yang terjadi di Myanmar, duni rupanya mengutuk aksi tersebut.
Amerika Serikat mengutuk kudeta tersebut, dengan mengatakan Washington "menentang setiap upaya untuk mengubah hasil pemilu baru-baru ini atau menghalangi transisi demokrasi Myanmar".
Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken menyerukan pembebasan semua pejabat pemerintah dan pemimpin masyarakat sipil dan mengatakan bahwa AS mendukung rakyat Burma dalam aspirasi mereka untuk demokrasi, kebebasan, perdamaian, dan pembangunan.
"Militer harus segera membatalkan tindakan ini," imbuhnya.
Tak hanya Amerika, Inggris pun turut serta mengecam kudeta militer tersebut.
Di Inggris, Perdana Menteri Boris Johnson mengutuk kudeta dan pemenjaraan yang melanggar hukum Aung San Suu Kyi.
"Saya mengutuk kudeta dan pemenjaraan yang melanggar hukum terhadap warga sipil, termasuk Aung San Suu Kyi, di Myanmar. Suara rakyat harus dihormati dan para pemimpin sipil dibebaskan," tulis Boris Johnson lewat Twitternya.
Saat ini koneksi data internet seluler dan beberapa layanan telepon telah terganggu di kota-kota besar di Myanmar. Sementara lembaga penyiaran negara MRTV mengatakan sedang mengalami masalah teknis dan tidak mengudara.
Wah, bagaimana menurutmu?(*)