“Aku (disuruh) peragain orang-orangan sawah, karena aku kurus banget, ke kelas-kelas, sampai di kelasnya kakak kelas.”
“Itu terpahit sih. Gantian aja ngebullynya, guru-guru dan kakak kelas,” kata Sabrina emosional.
Mimpi buruk Sabrina tak berhenti sampai di situ. Ketika hijrah ke Jakarta untuk mengadu nasib, Sabrina yang kala itu ‘anak daerah’ mendapatkan pengalaman buruk serupa.
Bahkan parahnya, Sabrina Chairunnisa dilecehkan oleh teman satu angkatannya sendiri.
“Aku pindah ke Jakarta untuk memulai karier aku, baru masuk satu minggu, rok cewek itu kan ada zipper di belakang (dibuka).”
“Pelakunya cewek, aku lapor ke kepala sekolah, tapi enggak ada yang ngaku,” kata Sabrina.
Kala itu Sabrina berani melawan dengan kekuatan seadanya.
Namun sialnya, setelah itu, Sabrina kembali kena bully karena dianggap sebagai pengadu.
“Pada saat itu aku menyalahi diri sendiri, kenapa gue dikasih badan sekurus ini, kenapa gue enggak dikasih badan semok saat itu kayak teman-temanku, yang idealnya seperti itu,”
“Gue apes banget, pada saat SMA gue dilecehkan, gue membela diri malah salah,” kata Sabrina sambil berkaca-kaca.
Efek bully atau perundungan memang bahaya bagi si korban.
Setidaknya hal itu pernah dialami oleh Sabrina Chairunnisa, yang mengaku sempat ingin mengakhiri hidupnya.
“Pokoknya, sampai enggak pengin sekolah, sampai mikir pas bangun pagi, kenapa gue masih hidup,” kata Sabrina.
“Tapi yang paling parah bullyan dari guru aku sendiri, sampai aku enggak pengin sekolah, enggak pengin hidup lagi, sampai hilang kepercayaan diri,” katanya. (*)