"Kita beda Indonesia, kita kan politik bebas aktif, otomatis ada etikanya sejujurnya," ujar Mongol.
Mongol menjelaskan bahwa kebiasaan dirinya dan beberapa komika lain ketika melakukan roasting adalah pihak yang dijadikan lawakan harus ada di depannya.
Hal itu dilakukan agar Mongol bisa melihat ekspresi dari orang yang dijadikan objek lawakan, dan bisa segera melakukan permohonan maaf apabila ada kata-kata yang kurang berkenan.
"Kalau untuk Indonesia, setahu Mongol, kita kalau nge-roasting orang, pasti (orangnya) ada di situ, kayak nge-roasting Panji, nge-roasting Radit, atau Kiky nge-roasting Pak Fadli Jon, Ibu Susi, orangnya ada di situ," ujarnya.
"Kenapa orangnya harus ada di situ? Biar setelah selesai, kita ada melakukan permintaan maaf, mohon maaf kalau mungkin tadi berlebihan atau sebagainya, udah begitu kan ada proses editing," imbuh Mongol.
Mongol menyebutkan bahwa sepertinya kasus roasting yang dibawakan oleh Ridwan Remin tidak melalui proses editing dan tayang begitu saja.
"Tapi kalau kasus yang ini kan kayaknya gak ada editing, ada orang yang nonton, pegang kamera, udah kejadian," lanjut Mongol.
Mongol pun mengakui dirinya tidak berani jika melakukan roasting terhadap seseorang namun sosoknya tidak berada di dekatnya saat itu.
"Tapi kalau Mongol memilih me-roasting orangnya ada di situ, karena kalau orangnya ada di situ kan kita bisa lihat, apakah orangnya seneng gak sama materi kita," ucapnya.
"Sebaiknya ada di situ dan lakukan sesegera mungkin permintaan maaf, itu kalau gue," pungkas Mongol.
(*)