Seorang praktisi pengembangan SDM, Audi Lumantoruan, mengungkapkan bahwa IPK bukanlah parameter yang benar-benar mencerminkan pencapaian akademik selama di bangku kuliah.
Baca Juga: WFH Bikin Kamu Jadi Gila Kerja? Eits, Ini Bedanya Gila Kerja dan Pekerja Keras
Namun, IPK digunakan perusahaan sebagai penilaian awal terhadap kompetensi karyawan.
"IPK bagi HRD lebih sering dipakai sebagai filter awal. Dalam perekrutan, perusahaan biasanya tidak mau direpotkan dengan banyaknya lamaran yang masuk," jelas Audi kepada Kompas.com, Senin (9/3/2020).
Biasanya, setiap perusahaan mempunyai persyaratan sendiri dalam proses seleksi, misalnya IPK minimal harus 2,75 atau 3,00.
Baca Juga: Ini Kelebihan Perempuan Kalau Jadi Pemimpin, Nomor 3 Paling Penting
Artinya, apabila seseorang mempunyai kompetensi yang bagus namun IPK-nya berada di bawah syarat yang ditentukan oleh perusahaan maka kemungkinan besar orang itu tidak lolos.
Apalagi jika proses seleksi dilakukan secara online, peserta dengan IPK yang ada di bawah minimal persyaratan akan otomatis tersingkirkan.
Meskipun demikian, menurut Audi, setelah lolos seleksi administrasi, IPK tidak pernah menjadi pertimbangan dalam proses seleksi selanjutnya.
Baca Juga: Pandji Pragiwaksono Chat Karyawannya di Luar Jam Kantor, Apakah Menyalahi Etika?
"Karena kita bukan cari pelamar yang pintar akademis, tapi apa kemampuan yang dibutuhkan perusahaan. Dan itu baru bisa diketahui di tahapan wawancara dan assesment," kata dia.
Audi juga menekankan pentingnya soft skill peserta seperti bagaimana kemampuannya komunikasi, sosialisasi, ketelitian, leadership, problem solving, dan lain-lainnya.
Meski demikian, Audi menyarankan para mahasiswa agar berupaya mengejar nilai IPK, mengingat nilai akademis penting sebagai syarat awal untuk melamar kerja.
Baca Juga: 7 Tanda Lingkungan Kerja Toxic, Bisa Membuatmu Tidak Berkembang Nih!
"Percuma saja pintar dan kompetensinya bagus, tapi tak lolos administrasi hanya karena IPK tak memenuhi syarat," ujarnya.
(*)