Laporan Wartawan Grid.ID, Ragillita Desyaningrum
Grid.ID – Artis peran Anya Geraldine mengungkapkan bahwa ia tidak bisa lama-lama sendiri tanpa kekasih, bahkan sejak umur 13 tahun.
Wanita berusia 25 tahun itu diketahui paling lama menjomblo selama lima bulan setelah putus dari mantan kekasihnya, Ovi Rangkuti.
Melansir dari Tribunnews.com, melalui tayangan Youtube Pos Indonesia The Story, hal ini dikarenakan dirinya mempunyai gangguan kepribadian bernama Borderline Personality Disorder atau BPD.
Gangguan kepribadian ini disadari oleh Anya setelah ia melakukan konsultasi dengan psikolog setelah berpikir bahwa dirinya sudah tidak ‘sehat’.
"Itu kayak memang enggak bisa sendiri gitu. Makanya aku dari umur 13 tahun sampai sekarang enggak bisa kalau enggak ada pacar atau yang temenin atau apa dan aku di situ sudah sadar kayak 'wah ini enggak sehat kalau begini terus’,” ujar Anya.
Seperti yang diwartakan Kompas.com, Borderline Personality Disorder (BPD) merupakan gangguan kepribadian yang memengaruhi suasana hati sampai interaksi dengan orang lain.
Baca Juga: Mengidap Gangguan Kepribadian Ambang Membuat Ariel Tatum Sulit untuk Membangun Hubungan Romantis
Pengidap BPD biasanya merasa kesulitan dalam mengontrol emosi dan perilakunya, serta tidak jarang mengalami krisis identitas.
Selain itu, orang yang mengidap BPD bias menjadi sangat sensitif ketika suasana hatinya sedang berantakan.
Mereka bisa merespons dengan perkataan yang menyakitkan atau perbuatan yang tidak pantas sehingga tak jarang penderita BPD mengacaukan hubungan dengan orang lain.
Belum diketahui pasti apa penyebab dari gangguan kepribadian ini, namun menurut beberapa ahli faktor lingkungan seperti pengalaman atau trauma masa kecil turut memengaruhi munculnya gangguan ini.
Adapun gejala-gejala BPD yang dikelompokkan oleh ahli kesehatan mental yang dikutip dari Kompas.com, di antaranya adalah:
Takut ditinggalkan atau takut sendirian
Pengidap BPD bisa sampai panik dan melakukan segala cara agar tidak ditinggalkan.
Hal ini pula yang dialami oleh Anya Geraldine karena dirinya merasa takut sendirian sehingga harus memiliki kekasih.
Baca Juga: 3 Artis Pengidap Gangguan Mental BPD, sampai Ada yang Tidak Bisa Kelamaan Jomblo
Relasi dengan orang lain cendrung intens atau menggebu-gebu, tapi berumur pendek
Pengidap BPD sering kali kesulitan menjalin hubungan dengan orang lain karena perubahan suasana hati yang ekstrem.
Akibatnya, mereka sering kali mengacaukan hubungan yang dijalinnya.
Citra diri kerap berubah-ubah
Seorang pengidap BPD bisa sangat percaya diri, namun di saat yang lain bisa membenci dirinya sendiri.
Hal ini juga yang menjelaskan mengapa pengidap BPD dapat berganti-ganti haluan pekerjaan, teman, pasangan, agama, hingga tujuan hidup.
Berperilaku impulsif sampai merusak diri sendiri
Perilaku impulsif adalah melakukan sesuatu tanpa memikirkan akibatnya.
Misalkan belanja berlebihan, makan berlebihan, mengebut, atau minum alkohol tanpa kontrol.
Baca Juga: Catherine Wilson Baru Sadar Kalau Menggunakan Narkoba Hanya Menyakiti Diri Sendiri
Punya kecenderungan menyakiti diri sendiri
Pengidap BPD dikatakan sangat sensitif karena mengalami perubahan emosional yang sangat ekstrem.
Saat mereka diabaikan atau ditinggalkan, pikirannya dapat menjadi berantakan sehingga membuatnya menyakit diri sendiri.
Merasa sangat hampa
Kadang-kadang pengidap BPD sering merasa kosong atau hampa tanpa alasan.
Alasan ini pula yang terkadang membuat mereka punya kecenderungan untuk menyakiti dri sendiri.
Baca Juga: Mengaku Jarang Tersulut Emosi Meski Sempat Bermasalah, Andre Taulany: di Rumah Juga Gak Pernah Marah
Marah hingga meledak-ledak
Pengidap BPD sangat sensitif sehingga membuat mereka meledak-ledak saat marah.
Meski demikian, amarahnya bukan hanya ditujukan pada orang lain melainkan juga untuk diri sendiri.
Pikiran pengidap BPD kerap bergumul dengan paranoia atau kecurigaan pada orang lain
Hal ini membuat mereka sulit terkoneksi dengan kenyataan ketika sedang stres.
Nah, dari kesembilan gejala di atas, seseorang harus mengalami lima gejala dalam waktu yang lama untuk dikatakan mengidap BPD.
Meski demikian, tetap diperlukan pemeriksaan dengan ahli kesehatan mental untuk mengetahui diagnosis dan pengobatan yang tepat.
(*)