Laporan Wartawan Grid.ID, Ragillita Desyaningrum
Grid.ID - Di Indonesia, perceraian selalu dipandang sebagai hal yang tidak baik karena berdampak pada kehidupan anak.
Anak dari orang tua yang sudah bercerai atau broken home sering disebut berpotensi mengalami trauma, stress, atau gangguan psikologis lainnya.
Namun, Rachel Vennya punya pandangan lain dalam menanggapi perceraian kedua orangtuanya.
Melansir Kompas.com, sejak 3 tahun, wanita berusia 25 tahun ini hanya hidup bersama ibunya karena ayahnya pergi meninggalkannya.
Melalui kanal Youtube Volix Media, Rachel justru bersyukur bahwa kedua orangtuanya sudah bercerai.
"Sampai di suatu waktu gue merasa bersyukur banget nyokap bokap cerai. Pertama, mungkin gue enggak akan ada di sini kalau mereka enggak cerai. Kedua, mungkin gue enggak bisa merasakan damai kalau misal mereka masih tetap bareng," ujar Rachel dikutip dari Kompas.com.
Mantan istri Niko Al Hakim ini juga mengungkapkan bahwa ia merasa lebih tentram karena kedua orangtuanya kini mempunyai kehidupan baru dengan keluarga masing-masing.
"Gue enggak bisa bayangin kalau mereka enggak cerai, mungkin sebenarnya akan lebih berantakan. Jadi cuma judulnya aja enggak cerai, tapi sebenarnya dalamnya rusak," tuturnya.
Melansir Canadian Living, banyak orang tua yang khawatir bahwa perceraian akan berdampak negatif pada anak.
Padahal menurut seorang psikolog, perceraian justru dapat memberikan efek positif pada anak, di antaranya:
Anak menjadi pribadi yang tangguh dan mudah beradaptasi
Seorang psikolog menyebutkan bahwa anak-anak yang berasal dari broken home mempunyai kemampuan dini dalam mengembangkan strategi tertentu untuk mengatasi masalah.
Strategi ini pun disebut baru bisa didapatkan anak-anak lain dari keluarga yang utuh beberapa tahun setelahnya.
Perubahan-perubahan yang terjadi pada hidup anak yang berasal dari broken home akhirnya dapat membuat mereka menjadi tangguh dalam menghadapi hidup.
Anak menjadi lebih mandiri
Menurut pengakuan seorang anak broken home, perceraian orangtua justru membuatnya lebih percaya diri dengan kemampuannya.
Bahkan, melansir laman Canadian Living, anak yang dibesarkan oleh single-parent lebih bertanggungjawab dan mandiri terhadap pekerjaan rumah tangga.
Baca Juga: Ajarkan Magang Sejak SMA, Uya Kuya Ingin Cinta Jadi Anak Mandiri
Anak lebih mempunyai rasa empati
Perubahan pada keluarga yang dialami oleh anak broken home membuat mereka lebih bersimpati terhadap masalah orang lain.
Seorang psikolog dari Vancouver, Canada, Dr. Lissa Ferrari juga menyebutkan bahwa ia sering melihat rasa empati yang lebih besar pada anak-anak yang orangtuanya telah berpisah.
Baca Juga: Inilah 4 Hal yang Dilakukan Retno Hening Pada Kirana Hingga Miliki Empati yang Tinggi Sejak Dini
Anak lebih berhati-hati dalam pernikahan
Anak yang telah menjadi saksi gagalnya pernikahan kedua orangtuanya pastinya mempunyai pemahaman berbeda tentang pernikahan.
Mereka menjadi lebih teliti dan berhati-hati dalam memilih pasangan, apalagi dalam melangkahkan ke jenjang pernikahan.
Menurut Dr. Ferrari, di usia muda sekalipun, anak-anak pasti ingin menciptakan sesuatu yang berbeda setelah mereka mengalami rasa sakit akibat perpisahan orangtua.
Mereka juga cenderung mempunyai keinginan untuk memiliki kehidupan pernikahan yang lebih baik lagi.
Anak belajar lebih banyak saat menikmati quality time dengan setiap orangtuanya
Perceraian tidak selamanya mengisyaratkan anak akan sulit bertemu dengan salah satu orangtuanya karena bisa jadi sebaliknya.
Berdasarkan sebuah pengakuan dari anak broken home, ia justru dapat mengenal masing-masing orangtuanya dengan lebih baik setelah perceraian.
Selain itu, hubungan anak dengan masing-masing orangtuanya justru terasa lebih dekat.
(*)