Grid.id - Guna mengakhiri pandemi Covid-19, pemerintah melaksanakan program vaksinasi nasional secara bertahap sejak Januari 2021. Tujuannya, untuk membentuk kekebalan kelompok atau herd immunity terhadap infeksi Covid-19.
Sebagai informasi, herd immunity merupakan kondisi saat sebagian dari populasi di suatu area telah mengembangkan kekebalan terhadap wabah penyakit tertentu sehingga penyakit menjadi sulit menyebar dan menginfeksi. Dengan terbentuknya herd immunity, risiko penularan di populasi tersebut pun menjadi lebih rendah.
Meski demikian, banyak persepsi salah mengenai kekebalan yang terbentuk dari vaksinasi. Sebagian orang menganggap bahwa usai menerima vaksin tubuh menjadi kebal terhadap virus SARS-Cov-2 penyebab Covid-19. Dengan demikian, mereka lengah dalam menerapkan protokol kesehatan, utamanya menggunakan masker.
Padahal, meski sudah mendapatkan vaksinasi Covid-19, potensi tertular virus ini masih sangat mungkin terjadi. Dikutip dari pemberitaan Kompas.com (17/3/2021), sebanyak 195 tenaga kesehatan (nakes) terinfeksi virus Covid-19 meski sebelumnya sudah menjalani proses vaksinasi tahap pertama. Hal ini terjadi lantaran usai divaksin, tubuh masih membutuhkan waktu untuk membentuk kekebalan terhadap infeksi Covid-19.
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat, vaksin disuntikkan ke tubuh sebanyak dua kali dengan jeda lebih kurang dua minggu. Setelah suntikan vaksin kedua, tubuh masih membutuhkan waktu sekitar 14 hari atau dua minggu lagi untuk membentuk antibodi terhadap infeksi Covid-19.
Adapun vaksin mengandung antigen virus yang menyebabkan penyakit. Namun, antigen pada vaksin telah dilemahkan sehingga pemberian vaksin tidak menyebabkan orang menderita penyakit seperti jika orang tersebut terpapar dengan antigen yang sama secara alamiah.
Ketika vaksin masuk ke dalam tubuh, sistem kekebalan tubuh akan mempelajari cara untuk mengenali virus SARS-Cov-2 dan melindungi diri dari infeksinya di masa depan. Layaknya proses otak mempelajari sesuatu, sistem imun tubuh juga memerlukan waktu untuk membangun kekebalan terhadap virus yang menyebabkan Covid-19 tersebut.
Saat proses pembentukan antibodi itu, tubuh berada pada masa rentan. Virus masih bisa masuk ke dalam tubuh untuk menginfeksi atau membuat penerima vaksin menjadi orang tanpa gejala (OTG). Menurut pemberitaan The Guardian, Jumat (12/3/2021), virus bisa masuk ke dalam saluran pernapasan karena di saluran inilah antibodi tidak begitu banyak dihasilkan oleh tubuh.
Profesor imunologi di Cornell University Avery August mengungkapkan bahwa virus SARS-Cov-2 masih mungkin untuk hidup di saluran pernapasan meski sistem imun telah melindungi tubuh secara menyeluruh dari potensi virus ini.
Alhasil, meski virus yang masuk ke dalam tubuh akan diserang oleh antibodi, ada kemungkinan virus tertinggal di rongga hidung dan cukup potensial untuk menginfeksi orang lain.
Jika tidak patuh mengenakan masker, saat penerima vaksin bernapas atau bersin droplet dapat terlontar. Apabila droplet mengandung virus, maka saat itu juga ia dapat menginfeksi orang lain tanpa disadari. Alasan itulah yang membuat seseorang harus tetap menggunakan masker dan menjaga jarak meski telah mendapatkan vaksin.
Vaksin bukan obat
Seperti telah dijelaskan diatas, vaksin diberikan agar tubuh mampu mendeteksi ciri-ciri dan cara menangani virus SARS-Cov-2. Melalui vaksinasi, diharapkan semakin sedikit pula kasus orang yang tertular virus dengan risiko komplikasi tinggi.
Dikutip dari pemberitaan Kontan.com Senin (11/1/2021), Tim Komnas Peneliti Obat Jarir At Thobari menjelaskan bahwa vaksinasi tidak sama dengan obat. Artinya, vaksinasi dapat dilihat hasilnya melalui dampak populasi secara keseluruhan.
“Setelah melakukan program vaksinasi yang akan dilihat adalah efektivitas terjadi penurunan dari angka kejadian infeksi, angka penurunan hospitalisasi, angka penurunan kematian, dan seberapa banyak penurunan angka kejadian Covid yang berat," paparnya.
Mengingat proses vaksinasi masih belum dilakukan secara merata, tetap patuh mengikuti protokol memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan (3M) menjadi satu-satunya cara terbaik untuk melindungi diri dan keluarga dari paparan virus, setidaknya hingga pandemi ini berakhir.