Para partisipan berusia 60 tahun ke atas dan masing-masing memberikan perincian tentang kesehatan psikologis, gaya hidup sehari-hari, dan kesehatan secara keseluruhan.
Setelah itu, para peserta kemudian dibagi menjadi dua kelompok, peminum teh dan non-peminum teh, lalu dilakukan scan magnetic resonance imaging MRI.
Mereka juga menjalani serangkaian tes.
Para ilmuwan melihat perbedaan konektivitas yang signifikan antara peminum teh dan non-peminum teh.
Penelitian difokuskan pada Default Mode Network (DMN), yaitu jaringan besar yang menghubungkan berbagai bagian otak.
Hasilnya, pengamatan dalam penelitian ini sebagian mendukung hipotesis bahwa minum teh memiliki efek positif pada pengaturan otak dan meningkatkan efisiensi yang lebih besar dalam hubungan fungsional dan structural.
Hal ini karena peningkatan efisiensi jaringan global yang ditemukan dalam struktur otak peminum teh, tetapi tidak ada peningkatan signifikan dalam konektivitas fungsional.
Akan tetapi, memang penelitian ini berskala sangat kecil, karena jumlah peserta hanya 36 orang dan jumlah peserta perempuan baru berusia enam tahun.
Oleh karena itu, hasil penelitian ini dapat digunakan untuk penelitian ke depannya.
Nah, selama menjalani puasa Ramadhan, kita bisa menikmati teh 1-2 jam sebelum atau sesudah makan.
Mengutip laman Kompas.com, hal ini agar zat yang terkandung dalam teh tidak mengganggu penyerapa nutrisi.
Karena teh juga memiliki efek kafein, maka kurang direkomendasikan untuk dikonsumsi pada malam hari sebab berpotensi mengakibatkan sulit tidur.
(*)