Find Us On Social Media :

Belajar dari Jennifer Bachdim yang Tidak Pernah Marah dan Berteriak Pada Anak-anaknya, Ini Dampaknya Jika Buah Hati Sering Dimarahi

By Ragillita Desyaningrum, Senin, 3 Mei 2021 | 19:46 WIB

Walau harus mengasuh ketiga anaknya tanpa baby sitter, Jennifer Bachdim mengaku tidak pernah memarahi atau meneriaki anak-anaknya.

Laporan Wartawan Grid.ID, Ragillita Desyaningrum

Grid.ID – Mengurus tiga anak sekaligus mengerjakan pekerjaan rumah bukanlah hal yang mudah.

Meski begitu, Jennifer Bachdim bertekad untuk tidak menggunakan jasa asisten rumah tangga atau pengasuh untuk membantunya.

Walau sulit dan melelahkan, istri dari pesepak bola Irfan Bachdim ini mengaku tidak pernah marah pada anak-anaknya.

“Aku sabar dan aku tidak suka berteriak” tulisnya yang dikutip dari Instagram Story @jenniferbachdim pada Sabtu (1/5/2021).

“Aku tidak marah sama anak-anakku karena itu bukan salah mereka” ungkapnya lagi di unggahan lain.

Alih-alih marah dan berteriak, wanita berusia 34 tahun ini selalu berusaha untuk tenang jika anak-anaknya tidak mendengarkannya.

“Pasti kalau anak-anakku tidak mendengarkan, aku tetap tenang”

 Baca Juga: Jennifer Bachdim Kenalkan Tummy Time Pada Anaknya Sejak Lahir, Ternyata Memang Bagus untuk Perkembangan Sensorik si Kecil!

“Tapi aku bicara sama anak-anakku dan aku minta tolong Kiyomi dan Kenji (anak pertama dan keduanya), ‘Mama capek banget tolong dengarkan Mama’” lanjutnya.

Jennifer lalu menambahkan bahwa walaupun dilakukan dengan tenang tanpa penekanan, ia tetap memastikan bahwa anak-anaknya harus mendengarkannya.

Tentunya sulit sekali bagi orangtua untuk tidak terpancing emosi, apalagi menghadapi perilaku anak-anak yang terkadang sulit dikendalikan.

Dengan dalih mendisiplinkan anak, sebagian orangtua bahkan memilih untuk memperlakukan anak dengan keras.

Sayangnya, memarahi, meneriaki, atau membentak anak ternyata dapat memberikan luka yang mendalam pada anak.

Bahkan, luka tersebut bisa memberikan dampak yang buruk bagi psikis dan psikologis anak.

Melansir Kompas.com, berikut adalah dampak buruk memarahi anak.

 Baca Juga: Bukan Dimarahi, Begini CaraTepat untuk Mendidik dan Melatih Kedisiplinan Anak Menurut Ahli

Kerusakan atau kematian sel-sel otak

Penulis buku Don’t Be Angry, Mom: Mendidik Anak tanpa Marah, dr. Nurul Afifah menyebutkan bahwa suara keras atau bentakan dapat merusak dan menggugurkan pertumbuhan sel otak anak.

Malahan, hanya satu bentakan atau perkataan kasa saja akan membunuh lebih dari satu miliar sel otak anak.

Tentunya, ini akan lebih parah lagi apabila orangtua membentak anak dengan disertai pukulan atau cubitan.

 

Masalah lambung

Tak hanya orang dewasa yang bisa mengalami stress, anak pun bisa merasakan stress terlebih ketika dibentak atau dimarahi orangtua.

Akibat dari stress ini, lambung di dalam tubuh anak akan lebih sensitif terhadap jumlah asam dan nyeri.

Pada akhirnya, hal ini akan mengakibatkan anak merasakan sakit di bagian ulu hati.

Baca Juga: Sering Dimarahi Orang Tua, Bocah Ini Viral Usai Nekat Bunuh Diri dan Terjun ke Sungai

 

Menurunkan kepercayaan diri

Jika anak sering dimarah orangtua, anak mulai merasa bahwa semua tindakan dan perilakunya adalah salah.

Ini akan membuat anak kehilangan kepercayaan dirinya dan takut untuk berinisiatif serta menunjukkan kelebihan dan kekurangan di dalam dirinya.

Karena takut salah dan dimarahi, akhirnya anak menjadi pendiam, menutup diri, dan bahkan menarik diri dari lingkungannya.

 

Depresi

Rasa stres yang tinggi pada anak karena selalu dimarahi dapat berujung pada kecemasan hingga depresi pada anak.

Tentunya kondisi ini berbahaya karena anak akan mempunyai kecenderungan untuk menyakit dirinya sendiri.

Lalu, apa yang harus dilakukan orangtua apabila terlanjur berteriak atau memarahi anak?

Melansir Nakita.id, orangtua seharusnya tidak menyalahkan diri sendiri apabila terlanjur memarahi anak.

 Baca Juga: Ini 4 Efek Buruk Jika Bunda Sering Membentak Anak

 

Jangan lupa juga jelaskan alasan mengapa orangtua marah dengan lembut menggunakan bahasa yang mudah dimengerti.

Cobalah sampaikan kondisi orangtua saat itu, apakah orangtua sedang lelah atau stress, sehingga anak bisa lebih mengerti perasaan orangtua.

 (*)