Dia mengatakan hanya repatriasi yang berhasil, sementara pemukiman kembali gagal total.
Sebagian besar ekspatriat Timor yang menetap di distrik hidup dalam kemiskinan parah kecuali sejumlah kecil yang direkrut oleh lembaga pemerintah atau polisi.
"Ini dilema. Kami memilih untuk tinggal tetapi tidak memiliki tempat tinggal yang layak. Banyak juga yang tidak bisa kembali ke Timor-Leste. Hidup sangat sulit," katanya.
Parada khawatir kondisi seperti itu akan menjadi bom waktu yang suatu saat akan menimbulkan konflik.
"Ketika orang tidak bisa lagi menahan penderitaan, terus hidup dalam ketidakpastian, saya khawatir itu akan berakhir dengan balas dendam," katanya.
"Orang banyak berkorban. Mereka meninggalkan rumah bahkan ada yang membunuh orang lain selama perang pro-Indonesia. Kalau pengorbanan itu tidak membuahkan hasil, saya khawatir orang akan memberontak," katanya.
Menurut Parada, kondisi buruk yang dialami oleh pemerintah Indonesia belum terlalu diperhatikan.
"Kami telah melakukan banyak protes menuntut pemerintah menyediakan fasilitas listrik, kesehatan dan pendidikan di daerah pemukiman kembali. Namun hingga saat ini belum terjadi apa-apa," katanya.
Pada Desember 2016, masyarakat mengimbau Presiden Joko Widodo untuk membantu kehidupan warga Timor Leste, khususnya dengan sertifikasi tanah.
Tetapi menurut Parada mereka belum mendapatkan tanggapan dari pemerintah Indonesia.
(*)
Artikel ini telah tayang di Intisari Online dengan judul Pilih Hidup di Bawah Indonesia Ketimbang Merdeka dengan Timor Leste, Beginilah Kehidupan Penduduk Timor Leste yang Pindah ke Indonesia, Alami Dilema Ini Hidup di Tanah Indonesia