Melansir Kompas.com, Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah sebuah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan dari gigitan nyamuk Aedes aegypti.
Penyakit ini tidak boleh diremehkan karena bisa sangat membahayakan apabila tidak mendapatkan penanganan yang tepat dan cepat.
Bahkan, bahaya demam berdarah pada ibu hamil dapat mengganggu dan membahayakan janin hingga menyebabkan keguguran jika tidak ditangani dengan tepat.
Hal inilah yang disebutkan oleh Ketua Divisi Infeksi dan Pediatri Tropik Department Ilmu Kesehatan Anak RSCM – FKUI, Wulya Ratna Karyanti, seperti yang dikutip dari GridHealth.id.
Lantas, bagaimana penanganan yang tepat apabila ibu hamil terinfeksi penyakit demam berdarah?
Baca Juga: Hari Demam Berdarah Nasional, Ingat Lagi Bahaya Nyamuk Aedes Aegypti yang Bisa Sebabkan Kematian
Hidrasi
Ketika mengalami demam, biasanya tubuh akan kehilangan banyak cairan sehingga menyebabkan dehidrasi dan mengganggu kondisi janin.
Untuk itu, pastikan untuk selalu menghidrasi tubuh dengan banyak meminum air putih.
Istirahat cukup
Ketika sudah dalam masa pemulihan, pastikan untuk selalu mendapatkan istirahat yang cukup.
Sebab, dengan istirahat yang cukup, sel-sel jaringan di dalam tubuh yang sempat rusak karena terinfeksi akan diganti.
Nutrisi
Penderita demam berdarah disarankan untuk mengonsumsi jambu biji demi menaikkan kadar trombosit.
Baca Juga: Musim Hujan Banyak Nyamuk! Waspadai Penyakit yang Disebabkan Oleh Gigitan Nyamuk
Jambu biji sendiri mengandung vitamin C yang berperan dalam proses pembentukan sel darah merah serta meningkatkan imunitas.
Namun selain jambu biji, pastikan untuk mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang lainnya sehingga nutrisi yang diperlukan tubuh dapat terpenuhi.
Obat-obatan dari dokter
Penting untuk diingat bahwa ibu hamil yang terinfeksi demam berdarah harus sudah mengantongi izin dokter apabila hendak mengonsumsi obat-obatan.
Nah, jika gejala demam berdarah yang dirasakan ibu hamil seperti demam yang tidak turun selama 2-3 hari dan frekuensi buang air kecil jarang segera untuk berkonsultasi dengan dokter.
(*)