Laporan Wartawan Grid.ID, Devi Agustiana
Grid.ID – Hyper parenting didefinisikan sebagai perhatian yang berlebihan pada anak.
Bagi sebagian orang, ini mungkin tampak seperti cara untuk mencapai tujuan baik, sementara bagi yang lain hal itu membuat seluruh sistem pendidikan untuk anak dipertanyakan.
Dilansir Grid.ID dari Step to Health, ada batasan halus di mana dapat membimbing anak-anak untuk mencapai pertumbuhan pribadi, tanpa jatuh ke dalam perangkap emosional.
Ini karena mengasuh tidak sama dengan mengontrol, dan pendidikan tidak berarti membekap anak.
Contoh hyper parenting adalah orang tua terlibat dalam setiap aspek kehidupan anak-anak, misalnya olahraga, sekolah, hobi, makanan, dan teman.
Orangtua hyper parenting mengira mereka adalah orangtua terbaik di dunia.
Tetapi keseimbangan emosional dan pribadi aktual anak jadi menjauh dari cerminan kebahagiaan.
Inilah tiga dampak menerapkan pola asuh hyper parenting:
1. Kekecewaan
Seiring berjalannya waktu, orang tua hyper parenting akan menemukan bahwa anak-anak mereka tidak selalu sesuai dengan keinginan, sehingga memicu perasaan kecewa.
Ketika seorang anak melihat kekecewaan itu di mata orangtuanya, mereka bisa mulai mengalami rasa gagal dan rendah diri.
2. Kecemasan dan stres
Salah satu aspek yang perlu dipertimbangkan adalah bahwa pola asuh ini sejalan dengan "hiperaktif pendidikan".
Tidak jarang orang tua seperti itu melibatkan anak-anak dalam berbagai kegiatan ekstrakurikuler, bahkan yang tidak diminati oleh anak-anak itu sendiri.
Lambat laun mereka menjadi stres, dengan tingkat kecemasan yang serupa dengan orang dewasa.
Orang tua yang terlibat dalam pengasuhan berlebihan juga mengalami kesulitan untuk menoleransi kesalahan anak-anak mereka.
Baca Juga: Ajarkan Xabiru Masak Sejak Masih Kecil, Rachel Vennya Ungkap Berbagai Manfaat Memasak untuk Anak
3. Ketidakmampuan untuk gagal
Setiap anak harus memiliki pengalaman gagal dalam suatu hal sehingga dapat belajar dari kesalahannya sendiri.
Anak-anak yang dibesarkan di bawah pola asuh hyper parenting akan menjadi hakim mereka sendiri.
Orang tua telah menetapkan standar sedemikian tinggi, sehingga ketika mereka menyadari tidak dapat mencapainya, akan tenggelam dalam depresi dan kehancuran diri.
(*)