Laporan Wartawan Grid.ID, Mia Della Vita
Grid.ID- Draf rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) kembali menjadi sorotan publik setelah disosialisasikan lewat Kemenkumham.
Sejauh ini, setidaknya ada sejumlah pasal RUU KUHP yang sudah disampaikan ke masyarakat.
Namun, beberapa di antara pasal dalam RUU KUHP menuai pro dan kontra dari publik.
Mulai dari pasal penghinaan Presiden dan Wakil Presiden, hingga ancaman pidana bagi pelaku prank.
1. Hina Presiden
Dalam draf RUU KHUP, penghinaan terhadap martabat presiden/wapres dikenai ancaman maksimal 3,5 tahun penjara.
Apabila penghinaan itu dilakukan lewat media sosial atau sarana elektronik, ancaman diperberat menjadi 4,5 tahun penjara.
Pasal Penghinaan Presiden dalam draft RKUHP tercantum di Pasal 217, Pasal 218, dan Pasal 219.
Baca Juga: Ratu Rizky Nabila Tuntut Alfath Fathier Gantikan Biaya Persalinan Sebesar Rp 90 Juta
Berikut isi dari masing-masing pasal, dikutip dari Tribunnews.com, Jumat (11/6/2021).
Pasal 271 RKUHP
Setiap orang yang menyerang diri presiden atau wakil presiden yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana yang lebih berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
Pasal 218 Ayat 1 RKUHP
Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri presiden dan wakil presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.
Pasal 219 RKUHP
Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.
Pasal tersebut menuai pro dan kontra karena dianggap dapat membatasi kebebasan berpendapat.
Menanggapi hal itu, Menkumham Yasonna Laoly menenegaskan pasal itu justru harus dimasukkan dalam RKUHP, agar kebebasan berpendapat tidak kebablasan.
Yasonna juga memastikan, pasal tersebut tidak akan mengurangi hak masyarakat untuk mengkritik kebijakan Presiden dan pemerintah.
Namun menurut Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Presiden tetap saja adalah lembaga negara yang perlu kritikan dari publik.
Baca Juga: Konflik Makin Panas! Denise Chariesta Minta Pihak Stasiun Televisi Boikot Dewi Perssik
Sementara itu, pasal penghinaan Presiden sebenarnya pernah dibatalkan mahkamah konstitusi.
Mengutip Kompas.TV, MK menilai beberapa pasal bisa menimbulkan ketidakpastian hukum dan rentan manipulasi.
2. Ancaman Denda Rp 10 Juta Bagi yang Doyan Ngeprank
Bagi warga Indonesia yang doyan ngeprank kini harus berhati-hati.
Pasalnya ada ancaman pidana bagi pelaku prank sebagaimana tertuang dalam Pasal 335 RUU KUHP:
"Setiap orang yang di tempat umum melakukan kenakalan terhadap orang atau barang yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian, atau kesusahan dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II," bunyi pasal dalam draf RUU KUHP yang dilihat Tribunnews.com, Sabtu (5/6/2021).
Lebih jauh, dalam Pasal 79 ayat 1 RUU KUHP disebutkan, ancaman denda kategori II maksimal Rp10 juta.
Bagi mereka yang masih merasa tidak terima diprank, bisa menggunakan pasal tindak pidana penghinaan.
Pasal 439 RUU KUHP berbunyi:
(1) Setiap Orang yang dengan lisan menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum, dipidana karena pencemaran, dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
(2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukkan, atau ditempelkan di tempat umum, dipidana karena pencemaran tertulis, dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
(3) Tidak merupakan Tindak Pidana jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan untuk kepentingan umum atau karena terpaksa membela diri.
3. Ancaman Pidana Bagi Tukang Gigi
Ancaman terhadap para tukang gigi kembali muncul dalam draf terbaru Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Para tukang gigi bisa kena hukuman pidana penjara selama 5 tahun, menurut RUU KHUP.
Sebagaimana dikutip dalam draf terbaru RUU KUHP yang didapat Tribunnews.com, ancaman bagi para tukang gigi itu diatur dalam dalam Bagian Keenam Tindak Pidana Perizinan tentang Menjalankan Pekerjaan tanpa Izin dan Melampaui Kewenangan Pasal 276 ayat 2 RUU KUHP.
Pasal 276 itu selengkapnya berbunyi: (1) Setiap dokter atau dokter gigi yang melaksanakan pekerjaannya tanpa izin dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
(2) Setiap Orang yang menjalankan pekerjaan menyerupai dokter atau dokter gigi sebagai mata pencaharian baik khusus maupun sambilan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.
Pasal yang mengancam nasib para tukang gigi ini sebelumnya pernah ditolak oleh para tukang gigi.
4. Gelandangan Bisa Kena Denda Rp 1 Juta
Draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) juga mengatur soal orang yang bergelandangan.
Dalam Pasal 431, mereka akan didenda maksimal Rp1 juta.
"Setiap Orang yang bergelandangan di jalan atau di tempat umum yang mengganggu ketertiban umum dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori I (Maksimal Rp 1 juta)," bunyi Pasal 431 dalam draf RKUHP sebagaimana dilihat Tribunnews.com, Sabtu (5/6/2021).
Jika dibanding dengan Perda DKI Jakarta, RUU KHUP memiliki hukuman yang lebih ringan.
Dalam Perda DKI Jakarta, gelandangan kena denda maksimal Rp 20 juta atau penjara 60 hari.
(*)