Laporan Wartawan Grid.ID, Bella Ayu Kurnia Putri
Grid.ID - Pandemi Covid-19 di Indonesia saat ini menang belum berakhir.
Mengutip dari Tribun Jogja, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwana X bahkan mempertimbangkan opsi untuk melakukan lockdown.
Opsi tersebut bisa saja dilakukan jika angka persebaran Covid-19 di DIY terus mengalami peningkatan dan sulit dikendalikan.
"Kami kan sudah bicara PPKM Mikro ini sudah bicara nangani di tingkat RT/RW, dan padukuhan."
"Kalau itu pun gagal, mobilitasnya seperti ini, ya kan kalau weekend terus mau apalagi? Ya lockdown," kata Sri Sultan Hamengkubuwana X di Kepatihan, Jumat (18/6/2021) siang dikutip Grid.ID dari Tribun Jogja.
Selain untuk menekan angka penyebaran Covid-19, alasan lain yang bisa membuat opsi lockdown benar-benar dilakukan adalah ketersediaan Bed Occupancy Rate (BOR) atau persentase pemakaian tempat tidur di rumah sakit.
Menurut Sri Sultan Hamengkubuwana X, kapasitas BOR di DIY kini sudah mencapai 75 persen.
"Nah, tapi saya nggak tahu. Sekarang yang mestinya BOR rumah sakit itu 36 koma sekian persen, sekarang kira-kira 75 persen," ujarnya.
Selanjutnya melansir dari Kompas.com, Wakil Wali Kota Yogyakarta, Heroe Poerwadi pun buka suara terkait opsi lockdown yang dicanangkan oleh Sri Sultan Hamengkubuwana X.
Menurut Heroe Poerwadi, opsi lockdown tersebut adalah sebagai wanti-wanti keras untuk menekan penyebaran Covid-19.
Wakil Wali Kota Yogyakarta tersebut juga berharap agar masyarakat tidak panik.
"Ya, warning (lockdown) Ngarsa Dalem adalah terkait untuk menekan sebaran. Jadi masyarakat tidak perlu panik apalagi berbondong-bondong membeli sembako," ujar Heroe Poerwadi saat dihubungi, Sabtu (19/6/2021) dikutip Grid.ID dari Kompas.com.
Menurut Heroe Poerwadi, yang paling dibutuhkan saat ini adalah masyarakat bisa selalu memakai protokol kesehatan dalam kegiatan sehari-hari.
Heroe Poerwadi menambahkan, rencana lockdown itu akan dibicarakan lebih lanjut sembari menelaah potensi sebaran Covid-19.
"Keputusan apakah lockdown atau tidak akan dilakukan dengan melihat juga kemampuan rumah sakit menangani pasien dan kapasitas Bed Occupancy Rate (BOR) rumah sakitnya bagaimana, serta apakah masyarakat mendukung lebih upaya menekan peningkatan kasusnya," pungkasnya.
(*)