Grid.ID - Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bekerja sama dengan Yayasan Padma Sada Svargantara sebagai inisiator Sound of Borobudur Movement dan Kompas Group menggelar Konferensi Internasional Sound of Borobudur “Music Over Nations: Menggali Jejak Persaudaraan Lintas Bangsa Melalui Musik” di Magelang, Jawa Tengah, dan secara daring, Kamis (24/6/2021).
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno mengatakan, candi Borobudur merupakan mahakarya yang menyimpan berbagai ilmu pengetahuan dan rekam jejak peristiwa dan fenomena masyarakat Jawa kuno.
“Kita banyak belajar melalui Borobudur, salah satu keajaiban dunia yang menyimpan 1.460 relief.”
“Narasi visual panel relief tersebut sarat akan makna, tentang ajaran nilai hidup, moral, pengetahuan, agama, sejarah, budaya, kepemimpinan, dan tentunya seni, termasuk musik,” ujar Sandiaga.
Relief-relief tersebut, lanjut Sandiaga, menegaskan bahwa masyarakat Jawa kuno telah mengenal berbagai macam seni pertunjukan, mulai dari seni drama, tari, sastra, hingga musik.
Singkatnya, pada tahun 700–800, seni musik telah melekat pada kegiatan ritual upacara, budaya dan hiburan masyarakat sebagai media ekspresi, komunikasi, dan diplomasi.
Pada konferensi internasional ini, Sandiaga juga mengajak masyarakat untuk kembali melihat jejak peradaban dan relasi yang dimiliki bangsa ini.
“Ini saat yang tepat untuk menggali sumber pengetahuan dari candi Borobudur yang menggaungkan nilai-nilai universal yang terdapat pada reliefnya.
“Ternyata, nilai toleransi, menghargai keberagaman, persahabatan antarbangsa telah dijunjung leluhur kita. Kita perlu belajar dari sini,” tegas Sandiaga.
“Dengan penuh rasa syukur, hari ini, event Konferensi Internasional Sound of Borobudur kita luncurkan menjadikan Indonesia tidak hanya sebagai pusat musik dunia, tetapi juga pusat tradisi dunia.”
“Tebarkan semangat harapan agar kita mampu bangkit pada saat sulit, menang melawan Covid-19,” pungkas Sandiaga.
Sementara itu, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo berharap agar pentas seni yang mengolaborasikan sejumlah musisi dapat cepat terwujud seperti halnya yang terdapat pada relief-relief candi Borobudur.
“Cerita ini dapat kita angkat menjadi story telling menarik, kemudian diceritakan dalam berbagai tulisan, video, televisi, media sosial, yang kelak akan menjadi satu cerita dipublik yang menegaskan bahwa sejarah bermusik juga berawal dari Borobudur,” ujarnya.
Pengampu Utama Yayasan Padma Sada Svargantara sekaligus Programmer Sound of Borobudur Purwa Tjaraka mengatakan, “Sudah saatnya fakta peradaban tentang Borobudur ini diperkenalkan sebagai aset bangsa yang tidak hanya membanggakan sebagai klaim, tetapi juga menyiratkan dan memberi pelajaran bahwa bangsa ini dulu berkumpul, bersatu, bermain musik bersama, dan dipastikan punya rasa toleransi antarsuku dan antar-agama.”
Purwa menjelaskan, terdapat banyak studi yang membuktikan adanya hubungan yang erat antara tinggi rendahnya peradaban suatu suku bangsa dan kompleksitas musiknya.
“Musik tidak memilah-milah suku atau agama. Semua suku bangsa di dunia ini menjadikan musik sebagai kebutuhan hidup yang sudah bersatu dengan jiwa dan raga,” tegas Purwa.
Purwa berharap, Sound of Borobudur dapat menjadi identitas Borobudur dan dapat dirasakan oleh masyarakat luas tanpa melihat Brorobudur itu sendiri.
“Kita akan merangkai kembali keterhubungan antarbangsa melalui alat musik yang terpahat di relief candi Borobudur dengan dukungan semua pihak.”
“Sekali lagi, kita kerjakan warisan yang tak ternilai harganya untuk bangsa dan negara.”
Bagian Destinasi Super Prioritas
Konferensi ini merupakan salah satu dari rangkaian kegiatan konferensi internasional lima destinasi super prioritas yang akan diselenggarakan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sepanjang Juni hingga November 2021.
Kegiatan semacam ini akan diadakan pula di empat destinasi super prioritas yang lain, yaitu Danau Toba, Mandalika, Labuan Bajo, dan Likupang.
Hal ini diharapkan akan dapat menggali potensi pengembangan destinasi-destinasi tersebut sebagai daya tarik wisata dan budaya berkelas dunia.
Konferensi internasional Borobudur ini bertujuan menemukan rumusan bersama secara ilmiah dan inovatif, terkait bagaimana membangun sebuah gerakan bersama di tingkat dunia.
Hal ini untuk menggali serta menghidupkan kembali jejak persaudaraan lintas bangsa yang diwariskan oleh leluhur kita melalui musik, seperti yang telah digambarkan dalam pahatan pada relief candi Borobudur.
Bentuk kegiatan dari konferensi ini adalah pemaparan dan diskusi oleh narasumber yang mempunyai pengalaman dan kepakaran dalam bidang musik, etnomusikologi, cagar budaya tak benda, pariwisata, dan seni budaya.
Hadir pula sebagai pembicara ahli dari akademisi dan birokrat yang menguasai tentang industri kreatif seni musik serta ekonomi kreatif, asosiasi pariwisata, dan praktisi wisata seni budaya berpengalaman.
Konferensi Internasional Sound of Borobudur “Music Over Nations: Menggali Jejak Persaudaraan Lintas Bangsa Melalui Musik” akan terbagi dalam dua elemen penting.
Pertama, mendorong untuk merangkai kembali keterhubungan antar bangsa melalui alat musik yang ada di relief candi Borobudur.
Dan yang kedua adalah elemen mengakselerasi warisan budaya sebagai kata kerja, untuk mendorong terwujudnya sound destination sebagai destinasi baru.
Borobudur selaku Destinasi Super Prioritas dengan segenap keunggulan dan kelebihannya sebagai sebuah ekosistem pariwisata bertema heritage bersama Sound of Borobudur Movement yang memiliki isu kuat dan lengkap dalam aspek utama Storynomic yang mencakup budaya, sejarah, entertainment, ekonomi berbasis masyarakat dan nilai warisan pencapaian peradaban luhur yang dihidupkan kembali di masa kini melalui berbagai kegiatan di masyarakat kawasan.
Konferensi ini diharapkan dapat meneguhkan Borobudur sebagai perpustakaan dan pusat musik dunia, berdasarkan bukti yang ada di dalam relief dan dikuatkan oleh karya ilmiah yang ditulis oleh para akademisi yang ahli di bidangnya.
Selain itu, dari aspek cultural studies, arkeologi, antropologi, etnomusikologi dan sejarah yang merupakan hasil dari seminar pada 7–9 April 2021 di Borobudur.
Kegiatan ini juga diharapkan dapat turut membangun jejaring dan kerja sama di lingkup nasional dan internasional terkait pengembangan gerakan Sound of Borobudur beserta program turunannya.
Program-program tersebut secara otomatis merupakan sarana penguat dan penunjang pariwisata di Borobudur serta menjadi wahana bagi terwujudnya alternatif destinasi wisata baru.
Sasaran lain yang tak kalah penting adalah memperkaya khazanah instrumen musik nusantara dan dunia yang terkait dengan relief Borobudur yang dapat terkait langsung dengan dunia pendidikan musik yang dapat dilakukan di dalam kawasan sebagai contoh kegiatan wisata pendidikan (edutourism) dan wisata musikal (kedua program ini dapat dilakukan secara hybrid).
Konferensi Internasional Sound of Borobudur “Music Over Nations: Menggali Jejak Persaudaraan Lintas Bangsa Melalui Musik” dibagi menjadi dua sesi.
Sesi pertama bertopik “Merangkai kembali keterhubungan antarbangsa melalui alat musik yang terpahat di relief candi Borobudur”.
Pada sesi ini diharapkan terdapat diskusi antarpemangku kepentingan terkait, tentang bagaimana membaca jejak semangat leluhur pada masa lalu, untuk diproyeksikan kepada langkah-langkah aksi nyata pada masa mendatang.
Narasumber pada sesi ini di antaranya Profesor Emerita Margaret Kartomi AM, FAHA, Dr. Phil, Guru Besar di Sir Zelman Cowen School of Music and Performance, Monash University, Australia.
Ia memaparkan aspek etnomusikologi diharapkan dapat menunjukan jejak sejarah di masa lalu mengenai keterhubungan antarbangsa melalui musik, khususnya terkait dengan relief alat musik di candi Borobudur.
Addie MS, pendiri Twilite Orchestra, pianis, pencipta lagu, komponis, arranger, dan produser musik turut menjadi pembicara dalam sesi ini dengan mengangkat topik “Bagaimana musik dapat dibawa ke posisi strategis sebagai bahasa pemersatu dan analogi perbedaan sebagai kekayaan yang membentuk harmoni”.
Tantowi Yahya, Duta Besar Luar Biasa Berkuasa Penuh untuk Selandia Baru, Samoa, Tonga, Cook Islands, dan Niue serta Duta Besar Keliling untuk Wilayah Pasifik pada sesi ini memberikan pemaparan dari aspek hubungan internasional, diharapkan mampu memetakan bagaimana Music Over Nations bisa menjadi sarana diplomasi budaya dan alat komunikasi antarbangsa.
Sementara itu, pada sesi kedua bertajuk “Membangun sound destination sebagai destinasi baru, mengimplementasikan Borobudur sebagai sebuah warisan yang harus dikerjakan”, hadir sebagai pembicara di antaranya Prof Dr M Baiquni MA, pakar geografi pembangunan, pendiri Sustainable Tourism Action Research Society, Direktur Industri Musik, Seni Pertunjukan, dan Penerbitan Kemenparekraf RI Dr Muhammad Amin SSn MSn MA, serta perwakilan dari UNESCO dan Visit Indonesia Tourism Officer (VITO). (*)