Grid.id - Anak-anak dan remaja juga terdampak pandemi Covid-19, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sama seperti orang dewasa, anak dan remaja pun menghadapi situasi kompleks terkait kesehatan, sosial, dan ekonomi.
Seperti diketahui, kasus Covid-19 pada anak dan remaja pun sempat meningkat. Demi melindungi kesehatan anak, vaksinasi untuk anak dan remaja usia 12-17 tahun pun diperbolehkan.
Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr Siti Nadia Tarmizi M Epid menyampaikan, seiring dengan dimulainya vaksinasi untuk kelompok usia tersebut, target herd immunity Indonesia meningkat jadi 208 juta jiwa.
Hal itu ia sampaikan dalam acara Dialog Produktif yang diselenggarakan oleh Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC PEN), Kamis (22/7/2021).
"Pelaksanaan vaksinasi dengan sasaran usia 12-17 dilaksanakan di fasilitas layanan kesehatan serta di sekolah-sekolah," tutur dr Nadia melalui keterangan resmi yang diterima Grid.id, Jumat (23/7/2021).
Baca Juga: Tunjukkan Hasil Baik, Program PEN di Dua Kementerian Ini Terus Berjalan
Meski demikian, dr Nadia pun berpesan agar orangtua juga mengambil peran aktif dalam keseharian dengan selalu melindungi anak-anak melalui penerapan protokol kesehatan.
"Artinya, anak-anak jangan dihadapkan pada risiko penularan Covid-19, seperti dibawa melakukan perjalanan, (atau) diajak makan di luar rumah. Kita tahu risiko penularan itu sangat besar saat beraktivitas di luar rumah,” tandasnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Bidang Keluarga, Perempuan, Anak, Pemuda dan Olahraga Kementerian PPN/BAPPENAS Woro S Sulistyaningrum, ST, MIDS menyampaikan kekhawatirannya terhadap perlindungan anak di masa pandemi.
Menurut Woro, saat ini masih banyak orangtua yang terjebak dalam anggapan bahwa risiko penularan Covid-19 tidak dialami anak. Pada kenyataannya, anak-anak pun rentan tertular penyakit tersebut.
Tak hanya itu, Woro juga menyampaikan, dampak kesehatan, sosial, dan ekonomi yang dihadapi anak juga tak kalah serius.
Selama pandemi, jadwal imunisasi wajib anak tersendat karena banyak orangtua ragu membawa anak-anak datang ke fasilitas layanan kesehatan. Menurunnya perekonomian keluarga juga berdampak pada asupan gizi anak.
"Dampaknya tidak hanya pada kesehatan, tapi sosial ekonomi juga. Ekonomi keluarga yang tertekan akibat pandemi mempengaruhi gizi anak-anak dan berpotensi menimbulkan stunting dan problem lainnya," kata Woro.
Baca Juga: Lawan Covid-19, Seluruh Elemen Masyarakat Bersinergi Lakukan Aksi Sosial
Woro pun berpesan, meski saat ini Indonesia sedang menggalakkan vaksinasi Covid-19, orangtua juga tetap perlu memperhatikan kebutuhan imunisasi wajib yang diperuntukkan bagi anak usia 18 bulan.
Imunisasi tersebut mencakup vaksin hepatitis B, tuberkulosis (BCG,) pneumokokus (PCV), campak, dan rubella.
Woro berharap, dengan adanya kesadaran dari orangtua untuk melakukan vaksinasi terhadap anak, anak-anak Indonesia mendapatkan imunisasi lengkap sehingga memiliki daya tahan tubuh yang kuat.
Kesenjangan capaian pendidikan
Selain memberikan hak kesehatan, pemerintah juga terus mengupayakan agar anak-anak dan remaja mendapat hak pendidikan yang berkualitas.
Untuk diketahui, selama pandemi pemerintah menerapkan sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ). Namun, sistem belajar yang mengandalkan internet tersebut dirasa belum mampu menjangkau seluruh anak-anak di seluruh Indonesia secara optimal.
Baca Juga: Melalui Program PEN, UMKM Dapat Bertahan dan Bertumbuh di Tengah Pandemi
Dirjen PAUD, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Jumeri STP Msi mengatakan, masih ada ketimpangan antara daerah maju dan daerah tertinggal, terdepan, terluar (3T).
“Setelah situasi mereda, kita upayakan secepat mungkin agar sekolah segera melakukan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas," kata Jumedi dalam kesempatan yang sama.
Ia pun berpesan agar orangtua untuk mendampingi anak dalam belajar. Menurutnya, PJJ memiliki konsep bahwa pendidikan pertama ada di lingkup keluarga.
"Jadi, di rumah diharapkan orang tua untuk mendampingi putra-putrinya ketika belajar. Jangan memerintah anak, tapi diajak untuk bekerja sama," tandasnya.
Sementara itu, salah satu langkah Kemendibudristek untuk mengurangi risiko yang dihadapi oleh anak-anak adalah dengan menyederhanakan kurikulum agar beban belajar anak-anak tidak terlalu berat.
Materi-materi yang diajarkan pun hanya berupa materi esensial saja.
"Guru-guru juga diharapkan membimbing orang tua mengenai langkah-langkah menangani putra-putri mereka di rumah, karena kita menyadari, tidak semua orang tua punya kemampuan tersebut,” papar Jumeri.
Sistem pembelajaran online, ekonomi keluarga yang terdampak oleh pandemi, dan interaksi sosial yang dibatasi juga ternyata berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak.
Oleh karenanya, orangtua harus bisa berperan sebagai "teman terdekat" bagi anak di rumah.
Spesialis Kebijakan Sosial UNICEF Indonesia Angga D Martha menyampaikan, 40 persen anak Indonesia di bawah 18 tahun berada dalam kemiskinan pada 2020 akibat berkurangnya pendapatan rumah tangga.
Menurut kajian UNICEF, 25 persen rumah tangga di Indonesia mengalami kenaikan biaya hidup selama pandemi. Hal itu membuat biaya konsumsi makanan dan pendidikan berkurang.
Akibatnya, anak-anak Indonesia yang berada dalam kemiskinan tidak mendapat asupan gizi yang cukup.
"Pandemi yang mengisolasi interaksi sosial pada anak-anak juga memberi dampak terhadap tumbuh kembang mental anak," kata Angga.
Oleh karenanya, peran para orangtua sangat esensial dalam mendampingi dan memastikan anak mendapatkan asupan gizi dan kesehatan mental yang baik selama di rumah.