Laporan Wartawan Grid.ID, Novia Tri Astuti
Grid.ID - Ada-ada saja oknum yang nekat melakukan tindak curang di saat orang lain tengah kesusahan.
Seolah mencari kesempatan dalam kesempitan, pemilik dan pegawai apotek akhirnya kena karma.
Betapa tidak, di tengah kondisi genting covid-19 ini, sang oknum justru menaikkan harga jual obat.
Parahnya lagi, apotek di Cikarang ini menaikkan harga jual obat covid-19 hingga 8 kali lipat lebih mahal.
Diwartakan dari WartaKotaLive.com, Jumat (30/7/2021), pegawai apotek tersebut ketahuan menjual obat terapi covid-19 tidak sesuai harga eceran tertinggi (HET).
Mengetahui adanya tindak curang, akhirnya Polres Metro Bekasi telah menciduk para oknum.
Bak kena karma spontan, para tersangka telah diamankan pihak berwajib.
Menurut Kasatreskrim Polres Metro Bekasi, AKBP Andi Oddang menjelaskan pengungkapan kasus ini berdasarkan laporan dari masyarakat.
"Ternyata benar, mereka menjual obat, khususnya obat antivirus diatas harga eceran tertinggi yang tetap ditetapkan Kementerian Kesehatan," kata Andi, saat jumpa pers di Lobbi Mapolres Metro Bekasi, pada Kamis (29/7/2021).
Andi menyebut para tersangka merupakan pegawai dari dua lokasi apotek yang berbeda.
Tersangka RH merupakan pegawai apotek BL di kawasan Jalan Industri, Kecamatan Cikarang Utara.
Sementara, tersangka RM, IDS, dan RW dari pegawai apotek MF di Jalan Raya Imam Bonjol, Kecamatan Cikarang Barat.
"Tersangka-tersangka itu karyawan hingga asisten apoteker," imbuh dia.
Dari hasil penyelidikan, mereka menjual obat jenis Fluvir 75 mg Rp 27.500 sedangkan HET Rp 26.000.
Untuk per tablet kentuan HET Rp 1.700 akan tetapi dijual dengan harga Rp 5.000 atau hampir tiga kali lipat lebih mahal.
Kemudian, obat Azithromycin 500 mg seharga Rp 1.700 per tablet dijual Rp 13.333 per tablet atau hampir delapan kali lipat lebih mahal.
Tak ada alasan lain, para tersangka mengaku mematok harga tersebut demi mendapat keuntungan lebih.
Kendati sudah diamankan, para tersangka tidak dilakukan penahanan.
"Para tersangka tidak dilakukan penahanan, apotek juga tidak disegel karena sesuai surat edaran Kapolri terkait masalah ini."
"Karena untuk menjaga peredaran obatan-obatan Covid-19 ini tidak terganggu," ungkap dia.
Meski demikian, AKBP Andi mengatakan pemilik apotek tak menutup kemungkinan akan dijadikan tersangka.
Sementara itu, empat tersangka lain dijerat Pasal 62 Junto 10 huruf (a) Undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Para tersangka dikenakan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2 miliar.
Ditambahkan dari Tribunnews.com, tindak oknum nakal tidak hanya menjual obat perawatan covid-19 dengan harga tinggi.
Namun, Ditreskrimsus Polda Jawa Barat juga menemukan jaringan penimbun obat di kawasan Jawa Barat.
Berhasil diamankan Ditreskrimsus Polda Jawa Barat, lima sindikat penimbun obat dan menjualnya dengan harga jauh di atas harga eceran tertinggi (HET), telah dibekuk.
Bahkan, para tersangka juga menjual obat tanpa resep dokter selama pandemi Covid-19.
Sebagaimana diketahui, lima pelaku itu adalah ESF, MA, IC, HH dan SM yang selama ini menjadi target pengejaran Polisi.
Mereka ditangkap berdasarkan 5 laporan polisi (LP) berbeda.
"Kasus ini menjadi krusial. Pengungkapan jaringan penjual obat yang dijual di atas HET dan tentunya tanpa izin edar," ujar Arif di Mapolda Jabar, Jalan Soekarno-Hatta, Kota Bandung, Rabu (21/7/2021).
(*)