Find Us On Social Media :

Gubuk Derita Kian Sepi Setelah Perabotan Dijual Demi Sesuap Nasi, Inilah Kisah Pilu Pasutri Akibat Terdampak Pandemi Covid-19 dan PPKM

By None, Sabtu, 31 Juli 2021 | 06:18 WIB

Gubuk Derita Kian Sepi Setelah Perabotan Dijual Demi Sesuap Nasi, Inilah Kisah Pilu Pasutri Akibat Terdampak Pandemi dan PPKM

Grid.ID - Pandemi Covid-19 dan penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) memberikan dampak bagi masyarakat Indonesia.

Termasuk pasangan suami istri (pasutri) ini yang harus tinggal di gubuk derita dan merasakan dampak pandemi serta PPKM.

Pasalnya, akibat pandemi dan PPKM, pasutri ini harus menjual perabotan rumah demi bisa makan karena tak dapat bantuan pemerintah.

Hal tersebut dialami sepasang suami istri di tengah Pandemi Covid-19 dan penerapan PPKM Level 4 di Bandung.

Ia adalah Ruslan Permana (31) dan Novi Sovianti (33) warga Kampung Panagelan, RT 02/04, Desa Jambudipa, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat.

Melansir dari TribunnewsVideo, untuk memenuhi kebutuhan hidup, keluarga yang tinggal di rumah sederhana milik orangtuanya itu, terpaksa harus menjual berbagai macam alat rumah tangga dengan harga yang murah.

Ini dilakukan demi membeli beras untuk makan sehari-hari.

Baca Juga: Pernikahan Rizky Billar dan Lesty Kejora Terpaksa Ditunda, Sang Pesinetron Malah Bandingkan Calon Istrinya dengan Barisan Para Mantan, Ada Apa?

Novi mengatakan, dampak tersebut bermula saat suaminya yang baru bekerja sebulan di Bali akhirnya harus diberhentikan pada Maret 2020 yang lalu.

Perekonomian mereka carut-marut setelah adanya penerapan PPKM karena usahanya menjadi buntu.

Berikut fakta-fakta Melansir dari Tribunnews.com berdasarkan pengakuan pasutri yang tinggal di rumah sederhana milik orangtuanya itu :

1. Jual parabot rumah tangga

Untuk memenuhi kebutuhan hidup, terpaksa harus menjual berbagai macam alat rumah tangga dengan harga yang murah.

Ini dilakukan demi membeli beras untuk makan sehari-hari.

Novi mengatakan, dampak tersebut bermula saat suaminya yang baru bekerja sebulan di Bali dengan iming-iming upah Rp 300 ribu per minggu akhirnya harus diberhentikan pada Maret 2020 yang lalu.

"Sejak saat itu, suami saya selama delapan bulan di Bali tanpa ada kejelasan dan tanpa penghasilan.

Baca Juga: Heboh Kebijakan PPKM Makan di Tempat 20 Menit, ini Tanggapan Wali Kota Bogor Bima Arya hingga Uji Coba Langsung di Warung Pinggir Jalan

Hanya untuk biaya makan sehari-harinya juga cukup sulit," ujar Novi saat ditemui di rumahnya, Jumat (23/7/2021) akhir pekan lalu.

2. Usaha yang Dirintis Terkena Kebijakan PPKM

Setelah delapan bulan di Bali, kata Novi, suaminya pulang dan sempat merintis usaha penjualan stroberi dengan pemasaran ke konsumen yang ada di wilayah Jabodetabek.

Usaha itu bisa memenuhi kebutuhan keluarganya yang berjumlah delapan orang, termasuk dua anaknya yang tinggal di satu atap rumah yang berada di gang sempit itu.

"Tapi terdampak lagi kebijakan PPKM Darurat. Sejak saat itu tidak bisa kirim barang ke konsumen seperti ke Jakarta karena usaha di sana juga banyak yang tutup," katanya.

3. Sang ayah menderita stroke sejak 2 bulan lalu

Kesusahan Novi, semakin bertambah ketika ayahnya terkena stroke sejak dua bulan lalu, sehingga tidak bisa beraktivitas seperti biasanya karena harus menjaga ayahnya yang kini terbaring lemas di rumah yang rencana akan dijualnya.

Kondisi itu membuat Novi dan suaminya pun kian sulit.

Baca Juga: Legawa Telan Pil Pahit Pernikahannya dengan Lesti Kejora Ditunda, Rizky Billar Kini Bongkar Reaksi Mengejutkan Keluarganya

Apalagi di keluarganya tidak ada satupun yang memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap, sedangkan suaminya hanya buruh serabutan.

"Sekarang suami juga bisa kerja kalau ada yang nyuruh saja, karena dia bisa nyetir, jadi bisa menjadi sopir," ucap Novi.

4. Jual Speaker di Facebook

Akibat kesulitan perekonomian itu, Novi harus menjual peralatan rumah tangga hingga pakaian, seperti panci, helm, rice cooker hingga yang teranyar menjual speaker yang dipajang di media sosial Facebook.

"Jual rice cooker Rp 5 ribu ke tukang rongsok, kalau speaker Rp 50 ribu, uangnya buat beli beras dan jajan anak-anak.

Makannya saya netes air mata kalau anak minta jajan juga. Saya juga malu karena sering dikirim beras sama saudara," ujarnya.

5. Tak Pernah dapat bantuan apapun dari pemerintah

Meski perekonomiannya sudah berada diujung tanduk, ironisnya lagi, keluarga ini belum pernah mendapatkan uluran bantuan apapun dari pemerintah karena salah satu masalahnya adalah masalah domisili.

Baca Juga: Berbeda Jauh dengan Nasib Asep yang Didenda Rp 5 Juta hingga Pilih Mendekam di Balik Jeruji Besi Gegara Buka Kedai sampai Malam, Anggota DPRD di Banyuwangi Didenda Rp 500 Ribu Lantaran Ngeyel Gelar Hajatan di Masa PPKM Level 4

Sebab meskipun ia dan keluarganya sudah dua tahun tinggal di Cisarua, Bandung Barat, tapi Kartu Keluarganya (KK) masih berdomisili di Kota Cimahi.

"Bantuan enggak ada selama pandemi Covid-19, katanya harus bikin surat pindah," kata Novi.

6. Akan Jual Rumah dan Tinggal di Cimahi 

Rencananya untuk ke depan, ia bakal menjual rumah yang saat ini ditinggalinya selama dua tahun terakhir.

Novi dan keluarganya akan tinggali kembali di Kota Cimahi untuk mencari peluang mendapatkan pundi-pundi rupiah.

"Mau pindah lagi ke Cimahi karena kalau di sana bisa jualan atau apa yang penting bisa melanjutkan hidup," ujarnya.

Artikel ini telah tayang di laman GridPop.ID dengan judul: Kisah Pilu Pasutri Usai Terdampak Pandemi Covid-19, Terpaksa Jual Parabotan Rumah dengan Harga Murah Demi Bisa Beli Beras, Tak Dapat Bantuan Gara-gara Alasan Ini (*)