Dr. Ir. Akbar Tandjung sebagai Keynote speaker dalam launching buku tersebut mengungkapkan Indonesia pernah menjadi penghasil minyak bahkan menjadi anggota OPEC tapi harus diakui saat ini tidak lagi, produksi jauh menurun.
Saat ini, apalagi covid-19 semakin menjadikan perekonomian kita sulit, karena itu perlu dipikirkan strategi yang tepat mengatasi kondisi kedepannya.
"Tapi saya bangga dengan adinda Ifan, pertama dia aktivis organisasi yang saya pernah memimpinnya, Himpunan Mahasiswa Islam, yang kedua saya bangga karena adinda Ifan juga alumni S-2 dan S-3 Fakultas Teknik UI, fakultas saya. Tentu saja dengan pengalaman organisasi yang cukup waktu muda dan pengetahuan bidang energi membuatnya mampu bekerja dengan baik, saya berharap kedepannya juga mendapatkan peran-peran penting," ujar Akbar Tandjung. Semoga BPH Migas kedepan, lanjutnya, juga akan semakin berperan untuk meningkatkan pendapatan nasional.
Kepala BPK RI Dr. Agung Firman Sampurna, SE, MSi dalam sambutannya menyampaikan bahwa penting dilihat terkait peran dan fungsi BPH Migas soal energi.
Saat bicara energi, kita dihadapkan tentang ketahanan energi, kemandirian energi dan kedaulatan energi.
Ketiga hal ini memiliki pengertian berbeda baik dalam hal substansi maupun dalam konteks obyektif dan perumusan serta implementasi dari konsepsi kebijakan untuk mewujudkannya, tetapi sering kali dicampur adukkan.
Secara definitif sesungguhnya konsep ketahanan energi /energy resilience kurang lebih terkait setidaknya 4 hal yaitu Availability atau ketersediaan dengan adanya indikator sumber pasokan, affordability atau kemampuan untuk membeli, daya beli terkait kemampuan pendapatan nasional perkapita, accessibility atau adanya akses bagi pengguna untuk menggerakkan roda perekonomian, dan sustainability atau kesinambungan, bertahan jangka panjang.
Lanjutnya, kemandirian energi adalah kemampuan suatu negara untuk memanfaatkan semua potensi yang dimiliki, baik potensi keanekaragaman energi, potensi SDM, sosial, ekonomi dan kearifan lokal untuk memenuhi kebutuhan energinya serta kedaulatan energi yang artinya hak negara dan bangsa dalam menentukan kebijakan energi untuk mencapai ketahanan dan kemandirian energi.
Terkait ruang lingkup BPH Migas, buku Energi untuk Kemandirian, lebih tepat terkait ketahanan energi.
Ketahanan energi merupakan syarat untuk bisa ada kemandirian energi. Jika ketahanan dan kemandirian energi bisa dicapai, maka kita akan memiliki kedaulatan energi.
Karena itu peranan BPH Migas menjadi strategis dan sangat vital. Karena itu lanjut Agung, apresiasi terhadap kak Ifan.
Lebih lanjut dirinya mengungkapkan Kak Ifan memiliki beberapa kesamaan dengan kami, pertama sama-sama kekerabatan sebagai aktivis.
Yang kedua, salah satu yang penting adalah merespon situasi dan dalam kondisi saat ini kita sama-sama punya masalah dan keterbatasan fiskal dan lain-lain, ditambah lagi dunia ini mengalami era VUCA yaitu volatility (volatilitas), uncertainty (ketidakpastian), complexity (kompleksitas), dan ambiguity (ambiguitas) dan era yang penuh ketidakpastian ini harus dihadapi dengan tata kelola yang memadai.
"Kalau kita bicara negara, negara bisa tidak memiliki sumber daya energi tertentu, tetapi bisa saja memiliki cadangan penyangga energi yang memadai, harga dapat dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan industri untuk menggerakkan perkembangan dan pertumbuhan ekonominya, contohnya Jepang. Jepang tidak punya minyak tetapi punya ketahanan energi yang sangat kuat. Hal ini dapat dicapai jika memiliki regulator pengatur yang berfungsi secara efektif," ungkap Agung Firman.
Nah, ada 3 hal utama, tata kelola harus dibangun accountable, berorientasi kinerja /performance, harus ada inovasi /terobosan.
Perlu dicatat, inovasi adalah terobosan tidaklah harus menabrak /bertentangan dengan aturan, dan saya sampaikan apresiasi BPH Migas bisa buktikan sejauh ini banyak terobosan inovasi yang tidak menabrak aturan.
BBM Satu Harga, menjembatani masalah-masalah terkait dengan akses BBM didaerah 3T.