Keluhan akan penjadwalan ini awalnya disampaikan oleh seorang suami melalui sebuah surat yang ditujukan pada media lokal.
Surat tersbeut dikirim pada bulan Maret 2017.
Dlam suratnya pria itu mengaku sebagai suami seorang wanita yang bekerja sebagai pengasuh di penitipan anak di Prefektur Aichi, Jepang.
Dalm surat itu tertulis, "Delapan bulan dalam pernikahan kami, pada bulan Januari tahun ini, kami mengetahui bahwa istri saya sedang hamil.
Istri saya, yang merupakan pengasuh di tempat penitipan anak, tampak murung dan cemas atas berita itu.
Direktur di pusat penitipan anak tempat dia bekerja telah menentukan urutan kapan para pekerjanya bisa menikah atau hamil.
Tampaknya ada aturan yang tidak tertulis bahwa seseorang tidak boleh mengambil giliran mereka untuk hamil sebelum seorang karyawan senior.
Saya dan istri saya pergi bersama untuk meminta maaf.
"Kami minta maaf karena kami hamil," kata kami.
Direktur dengan enggan menerima permintaan maaf kami.
Tapi ia sejak saat itu, telah meneriaki istri saya dengan kata-kata kasar, seperti, "Bagaimana kamu bisa dengan egois melanggar peraturan?".