Jika merujuk data sejarah, kedatangan Pak Dirman pada 20 Desember 1948 setelah melakukan perjalanan dari Girisekar, Panggang.
Kedatangannya sore hari sekitar pukul 16.00 WIB. Lalu, ia melanjutkan perjalanan pada 21 Desember 1949 sekitar pukul 04.00 WIB subuh. Kedatangannya ditandu menggunakan kursi.
"Tidak berbicara apapun saat itu Pak Dirman, datang jam 16.00 WIB perginya adzan subuh (saat keesokan harinya)," ucap Samiyem ditemui di rumahnya Kamis (12/8/2021).
Baca Juga: Sambut Hari Kemerdekaan, Inilah 4 Film Bertema Perjuangan untuk Bangkitkan Semangat Nasionalisme
Saat itu, Pak Dirman terbaring di rumahnya yang sederhana terbuat dari anyaman bambu. Dia terbaring di ruang tengah.
Pak Dirman tidak mau disebut jendral ataupun komandan, hanya mau disebut 'kang' atau kakak.
Selama menginap, tidak banyak percakapan. Orangnya diam, dan hanya sesekali mengobrol.
Meski banyak yang mengawal, tetapi hanya empat orang yang ada di sekitar Pak Dirman.
"Pakaiannya putih, cuma dikalungkan (sejenis sorban)," ucap Samiyem. "Khusus yang mengawal pak Dirman hanya empat orang," ucap dia.
Saat ini seluruh alat yang dipakai Pak Dirman sudah dibawa ke museum, sementara di halaman rumahnya didirikan monumen yang ditandangani oleh istri Soedirman pada tahun 1995.
Di monumen dibuat replika tandu dan patung Jendral Soedirman.