Find Us On Social Media :

Jangan Ditiru! Wanita Ini Kenyot Sabun Bak Makan Ice Cream, Ternyata Kebiasaan Ini Bisa Jadi Tanda Adanya Penyakit Mental

By Rissa Indrasty, Selasa, 31 Agustus 2021 | 14:11 WIB

Gadis ketagihan makan sabun mandi batangan

Laporan Wartawan Grid.ID, Rissa Indrasty

Grid.ID - Hal tak lazim dilakukan oleh wanita asal Indonesia bernama Khosik Assyfa.

Di mana wanita tersebut hobi mengenyot dan memakan sabun batangan.

Aksinya memakan sabun tersebut diunggah di akun Instagram-nya @Khosikmubarok.

Dikutip Grid.ID melalui Intisarionline, Senin (30/8/2021), ia tampak sangat menikmati sabun mandi yang dia konsumsi layaknya es krim.

"Halo kamu tau kan ini sabun LUX, gatau kenapa aku suka banget sama sabun LUX ini, hmmm enak," ujarnya dalam video.

Namun, dikutip dari Daily Mail, kegiatan yang dilakukan Assyfa merupakan sindrom langka bernama PICA (Problem Identification Corrective Action).

Sindrom PICA yakni gangguan jiwa yang mendorong seseorang untuk makan yang bukan makanan.

Baca Juga: Tes Kepribadian: Sifat Aslimu Langsung Terbongkar Cuma dengan Memilih Es Krim Favorit, Cek Yuk!

Tidak hanya sabun batangan, namun beberapa benda lain seperti besi, koin, baterai bahkan pasta gigi.

Selain itu, aksi memakan benda-benda tak lazim tersebut ternyata juga berhubungan erat dengan gangguan mental lain yang dialami oleh penderitanya.

Dikutip Grid.ID melalui Kompas.com, Senin (30/8/2021), menurut psikiater Andrea S. Hartmann dari Department of Psychiatry, Massachusetts General Hospital and Harvard Medical School AS, gangguan pica dapat bersifat komorbid atau muncul bersama gangguan mental lain yang lebih membutuhkan penanganan klinis.

Gangguan mental itu mencakup hambatan dalam perkembangan kemampuan intelektual, spektrum autisme, atau gangguan obsesif-kompulsif.

Pica juga bisa terjadi bersamaan dengan gangguan rambut atau kulit, ketika keduanya juga ditelan oleh penderitanya.

Meski begitu, diagnosis pica hanya didiriikan ketika tubuh sudah mengalami masalah serius, misal penumpukan materi dari luar di usus atau lambung (bezoar).

Namun ketika asupan non materi digunakan untuk menekan nafsu makan, seperti dalam anoreksia, maka diagnosis pica tidak akan meyakinkan.

Baca Juga: Daebak! BLACKPINK Jadi Grup K-Pop dengan Pengikut Terbesar di YouTube yang Tembus 60 Juta Subscribers

Tidak hanya gangguan mental, pica juga erat dengan gangguan makan lain, misal avoidant/restrictive food intake disorder (ARFID).

Gangguan ini menyebabkan penderitanya sangat pemilih dan ketat dalam urusan makan.

Penderita memilih makanan berdasarkan aspek sensorinya.

Individu dengan ARFID sangat sensitif pada tekstur makanan.

Dengan pengaturan ketat tersebut, penderita berisiko mencari asupan lain, termasuk materi non-food, asal bertekstur sesuai keinginannya.

Pica pada penderita ARFID juga bisa terjadi tidak disengaja, misal tanpa sadar menelan benda asing.

Menurut Hartman, pemicu pica pada setiap orang berbeda.

Baca Juga: Kenang Momen Sewaktu Gelar Tur Konser, Rose Blackpink Mengaku Pernah Ketagihan Makanan Indonesia hingga Pesan Berulang Kali

Dalam laporan riset yang diterbitkan di Psychiatric Annals, pemicu bergantung pada komorbiditas yang menyertai, misalnya adakah delusi tertentu atau keinginan menyakiti diri.

Bila terbukti ada komorbid yang menyertai, maka diagnosis pica hanya dibuat bila ada konsekuensi yang membutuhkan tambahan perhatian klinis

Dengan kondisi ini maka pica memiliki beragam dampak. Komplikasi bergantung pada materi yang dikonsumsi dan keparahan yang timbul akibat gangguan tersebut.

Namun yang paling mengkhawatirkan adalah risiko terpapar logam berat baik pada anak, orang dewasa, dan janin.

Menghadapi pica, klinisi harus sadar gangguan ini bisa menimpa anak dan dewasa.

Saat materi yang dikonsumsi menimbulkan bahaya bagi saluran pencernaan, maka langkah pertama adalah mengobati dampak fisik tersebut.

Sementara untuk penderita pica yang mengalami gangguan mental, disarankan untuk meningkatkan pengawasan dan penyesuaian lingkungan.

Keduanya diharapkan menurunkan kemungkinan penderita mengkonsumsi materi non food.

Sampai saat ini belum ada bukti empiris yang mendukung intervensi pengaturan tingkah laku tertentu untuk menyembuhkan penderita pica.

Baca Juga: Lagu Blackpink 'Ice Cream' Dinilai Lecehkan Nabi Musa, Sang Penulis Lirik Buka Suara: Itu Bukan soal Seks!

(*)