Laporan Wartawan Grid.ID, Rissa Indrasty
Grid.ID - Pernikahan beda usia antara Ulfa dan Syekh Puji sempat menggemparkan publik.
Saat keduanya menikah, Ulfa masih berusia 12 tahun dan Syekh Puji berusai 54 tahun.
Kala itu, Ulfa masih sangat lugu dan polos karena masih duduk di kelas 8 SMP.
Namun, penampilan Ulfa yang dulu masih terlihat lugu kini sudah berubah drastis hingga membuat orang pangling melihatnya.
Istri muda Syekh Puji ini terlihat semakin cantik, dewasa dan modis setelah menjadi ibu.
Tak hanya Ulfa yang mengalami banyak perubahan, kehidupan Syekh Puji sekarang pun jauh berbeda.
Lelaki yang dulunya hobi pamer, sekarang justru menyibukkan diri dan fokus pada usahanya melalui PT Sinar Lendoh Terang (Silenter).
Diketahui perusahaan ini memproduksi kaligrafi berlapis kuningan yang diekspor dengan pendapatan bersih lebih dari Rp 300 juta per bulan.
Nasib Ulfa yang bahagia justru berbanding terbalik dengan gadis asal Filipina berusia 13 tahun yang dipaksa menikah dengan pria berusia 48 tahun.
Dikutip Grid.ID melalui Tribunnews.com, Sabtu (4/9/2021), seperti yang dilansir Mirror, beberapa foto memperlihatkan pasangan itu menikah di Mamasapano, provinsi Maguindanao pada 22 Oktober lalu.
Pengantin perempuan itu, yang tidak disebutkan namanya, menjadi istri kelima Abdulrzak Ampatuan yang berprofesi sebagai petani.
Abdulrzak sama sekali tidak merasa bersalah menikahi gadis itu.
Ia berkata, "Saya bahagia telah menemukannya dan menghabiskan hari-hari bersamanya untuk merawat anak-anak saya."
Abdulrzak berencana memiliki anak saat istrinya menginjak usia 20 tahun.
Ia juga akan menyekolahkan istrinya itu sehingga dia bisa belajar sambil menunggu dia siap memiliki anak.
Di beberapa bagian Filipina, terutama di wilayah Mindanao yang berpenduduk mayoritas Muslim, anak di bawah umur diperbolehkan menikah selama dia mencapai pubertas yang ditandai dengan menstruasi.
Data Dana Anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) menunjukkan bahwa Filipina memiliki jumlah pengantin anak tertinggi ke-12 di dunia dengan total 726.000 pernikahan sejauh ini.
Kelompok kampanye Girls Not Brides yang berbasis di London mengatakan pernikahan anak melanggar hak anak perempuan atas kesehatan, pendidikan dan kesempatan.
Organisasi itu mengatakan:
"Pernikahan anak adalah pelanggaran hak asasi manusia yang harus kita akhiri untuk mencapai masa depan yang lebih baik untuk semua.“
"Terisolasi dan dengan kebebasan terbatas, gadis yang sudah menikah sering merasa tidak berdaya."
"Hak-hak dasar mereka atas kesehatan, pendidikan dan keselamatan dirampas."
"Pengantin anak tidak siap secara fisik maupun emosional untuk menjadi istri maupun ibu."
(*)