Laporan Wartawan Grid.ID, Annisa Marifah
Grid.ID - Hidup di era digital memang memberikan banyak kemudahan.
Termasuk kemudahan bersosialisasi dengan berbagai media sosial.
Namun, hal ini juga sejalan dengan risiko mendapat ujaran kebencian secara online.
Dilansir Grid.ID dari Koreanherald.com, Selasa (7/9/2021), 8 dari 10 warga Korea Selatan menemukan ujaran kebencian terhadap perempuan.
Survei yang dilakukan oleh Komisi Hak Asasi Manusia Nasional Korea (NHRCK) menunjukkan hasil yang mencengangkan.
Survei yang diikuti oleh 1.200 responden dengan usia 15 tahun ke atas itu menunjukkan bahwa 80,4% responden pernah membaca komentar jahat yang ditujukan kepada perempuan.
Hal ini menunjukkan bahwa perempuan di Korea Selatan masih menjadi target utama ujaran kebencian di media sosial.
Mayoritas responden berpikir ujaran kebencian tampaknya lebih serius di dunia maya daripada di kehidupan nyata.
Artikel berita online dan bagian komentarnya disebut-sebut sebagai sumber ujaran kebencian terbesar.
Komentar kebencian juga sering terlihat di berbagai platform online, termasuk platform streaming pribadi seperti YouTube, forum online, dan layanan jejaring sosial.
Lebih dari 70 persen responden mengatakan mereka tahu komentar itu bermasalah.
Tetapi kebanyakan dari mereka mengabaikannya dan memilih untuk tidak ikut campur.
Survei tersebut juga menunjukkan bahwa orang-orang percaya jika ujaran kebencian didorong oleh hal berikut ini:
1. Diskriminasi sistematis yang berakar di masyarakat
2. Kecenderungan untuk melampiaskan frustrasi ekonomi pada orang yang lemah secara sosial
3. Liputan media tentang isu-isu terkait
4. Publik figur yang tidak peka dan sering diskriminatif.
Responden juga menyetujui gerakan dan pengenalan kebijakan anti-diskriminasi, seperti pendidikan tentang pencegahan ujaran kebencian di sekolah dan tindakan hukum yang lebih tegas terhadap komentar jahat.
Selain perempuan, kaum dengan orientasi seksual minoritas dan disabilitas menyusul menjadi target empuk ujaran kebencian selanjutnya.
Lebih dari 60% responden mengatakan bahwa mereka melihat komentar kebencian terhadap feminis, penyandang cacat dan minoritas seksual.
(*)