Grid.ID - Menjadi seorang perempuan yang mulai menginjak masa remaja tidaklah mudah, begitu banyak perubahan yang harus dilaluinya, baik secara fisik maupun psikis.
Belum lagi harapan keluarga dan masyarakat yang seolah-olah mempunyai hak penuh atas apa yang patut dilakukan oleh seorang remaja putri.
Itulah yang dihadapi Faith Sunderly, tokoh utama novel The Lie Tree karya Frances Hardinge, penulis asal Oxford, Inggris.
Novel fantasi ini berhasil meraih berbagai penghargaan bergengsi seperti Costa Book Award for Children’s Book (2015), Costa Book of the Year (2015), Los Angeles Times Book Prize for Young Adult Literature (2016), Boston Globe-Horn Book Award for Fiction (2016) dan masih banyak lagi.
Sebagai gadis berusia empat belas tahun di Inggris pada Era Victoria (1837-1901) di mana hak- hak perempuan masih sangat dibatasi—tidak memiliki hak suara dan hak menuntut secara hukum, bahkan jika sudah menikah tidak bisa memiliki properti pribadi—Faith tumbuh besar di dalam keluarga yang menjadi sorotan masyarakat karena ayahnya merupakan seorang pendeta sekaligus ilmuwan alam yang ternama terutama setelah menemukan fosil yang teramat unik.
Kehidupan Faith dan keluarganya berubah dratis kala sang pendeta diundang untuk berpartisipasi dalam penggalian situs prasejarah di sebuah pulau terpencil di Selat Inggris.
Dalam diamnya Faith menyimpan kecurigaan atas alasan di balik kepindahan mereka yang mendadak ini, bahwa sesungguhnya mereka mungkin sedang melarikan diri dari sesuatu.