Laporan Wartawan Grid.ID, Bella Ayu Kurnia Putri
Grid.ID - Seorang oknum dokter di Semarang diduga telah melakukan pelecehan terhadap istri temannya.
Melansir dari Tribun Jateng, pelecehan seksual tersebut berupa mencampurkan sperma ke dalam makanan milik korban.
Oknum dokter yang diduga melakukan pelecehan seksual itu sedang menjalankan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di sebuah universitas ternama di kota Semarang, Jawa Tengah.
"Kasus ini terjadi di rumah kontrakan yang dihuni oleh korban dan suaminya serta pelaku," kata pendamping korban dari LRC-KJHAM, Nia Lishayati, dikutip Grid.ID dari Tribun Jateng, Jumat (10/9/2021).
Korban dan pelaku tinggal satu kontrakan karena suami korban adalah teman satu angkatan sang pelaku yang sama-sama menempuh pendidikan PPDS sejak 2018.
Korban merupakan ibu rumah tangga yang menemani suaminya menempuh pendidikan dokter spesialis.
Mereka sepakat tinggal satu atap dengan alasan untuk menghemat biaya sewa rumah yang mahal.
Sang pelaku diketahui sudah memiliki istri dan anak namun tidak dibawa ke Semarang.
Pada 2019, korban dan suaminya sebenarnya sempat meminta pelaku untuk mengontrak rumah sendiri atau sebaliknya.
Namun permintaan tersebut ditolak dengan alasan masalah biaya.
Nia Lishayati mengatakan, dugaan pelecehan seksual itu terjadi sejak Oktober 2020.
Korban awalnya curiga tudung saji selalu berubah posisi dan makanan berubah bentuk serta warna seperti telah diaduk.
Akhirnya korban berinisiatif merekam aktivitas di ruangan tersebut dengan iPad yang disembunyikan.
Awalnya mengira karena ulah kucing, korban syok saat tahu bahwa ketika korban sedang mandi, sang pelaku ternyata mendekati jendela kamar mandi korban.
Pelaku tersebut kemudian melakukan onani dan mencampurkan spermanya ke makanan korban.
"Padahal makanan itu dimakan korban dan suaminya. Dugaan aksi pelaku sudah lama. Bayangkan korban dan suaminya memakan makanan campuran sperma dalam waktu cukup lama," tuturnya.
Akibat hal tersebut, korban mengalami trauma berat, gangguan makan, tidur, dan emosi.
Bahkan sejak Desember 2020, korban juga harus mengonsumsi obat anti depresan.
Obat anti depresan itu bahkan harus dikonsumsi selama beberapa bulan ke depan.
Korban juga telah melakukan pemulihan psikologis ke psikiatri dan psikolog.
Masalah kesehatan pun juga berisiko dialami korban.
"Cairan sperma tersebut bisa mengandung bakteri atau pun virus yang suatu saat nanti bisa menjadi penyakit atau menjadi pencetus suatu penyakit," jelasnya.
Mengutip dari Kompas.com, korban ternyata juga sudah melaporkan kasus tersebut ke Direktorat Reserse dan Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Tengah pada Desember 2020.
Saat ini, berkas dari kasus tersebut sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah.
Tetapi berkas kasus ini dua kali dikembalikan oleh jaksa karena pelaku meminta pemeriksaan kejiwaan.
"LP-nya pada bulan Maret 2021. Berkas saat ini dikembalikan ke jaksa penyidik dan saat ini proses pemenuhan petunjuk jaksa. Pelaku menjalani pemeriksaan kejiwaan," papar Nia.
Nia juga berujar, yang dilakukan pelaku melanggar Rekomendasi Umum PBB Nomor 19 tentang Kekerasan Terhadap Perempuan dan pasal 281 KUHP tentang kesusilaan.
"Selain itu pelaku juga telah melanggar sumpah dokter," pungkasnya.
(*)