Laporan Wartawan Grid.ID, Rissa IndrastyGrid.ID - Memiliki puluhan anak tentunya bukan hal yang umum dan sering ditemui.Namun, hal tersebut tak berlaku bagi wanita bernama Mariam Nabatanzi.Wanita asal Uganda ini memiliki 44 anak di usianya yang masih 36 tahun dari ayah yang sama.Mariam dari Uganda menikah pada usia 12 tahun, dengan suaminya yang kala itu berusia 40 tahun.Kemudian mereka memiliki pasangan anak kembar setahun setelah menikah.Kehidupan Mariam juga tidaklah mudah. Memiliki anak berjumlah banyak, dia dipaksa tinggal di empat rumah sempit dari batu bata beratapkan seng.Saat pasangan anak kembarnya lahir, Mariam pergi ke dokter yang memberi tahunya bahwa dia memiliki ovarium yang besar dan berbeda dari wanita umumnya.
Dia dinasehati, jika menggunakan pil KB justru bisa menyebabkan masalah kesehatan, yang membuat janinnya semakin subur.Pada saat usia Mariam menginjak 23 tahun dia memiliki 25 anak, karena putus asa dia kembali menemui dokter.Lagi-lagi dia disarankan untuk tetap hamil karena ovariumnya yang besar, dan terakhir kehamilannya terjadi dua tahun lalu karena mengalami komplikasi.Dia melahirkan pasangan kembar keenamnya, namun sayang salah satu dari mereka harus meninggal selama masa persalinan.Dia melahirkan anak kembarnya yang keenam, tetapi salah satunya meninggal dunia dalam proses persalinan.Namun, perjuangan Mariam tak berhenti hanya sampai melahirkan anak puluhan kali.Hal tersebut karena Mariam juga harus menjalani hidupnya dengan merawat dan membesarkan anak-anaknya.
Dikutip Grid.ID melalui Kompas.com, Selasa (14/9/2021), kondisi diperparah ketika sang suami pergi begitu saja meninggalkan Mariam dan puluhan anaknya."Saya tumbuh dengan air mata, suami saya membuat saya menderita," kata Mariam."Sepanjang hidup saya habiskan untuk mengurus anak-anak dan bekerja untuk mencari uang," tambah dia.Dengan banyaknya mulut yang harus diberi makan, Mariam bersedia mengerjakan apa pun demi mendapatkan uang.Dia pernah pekerja menjadi penata rambut hingga pembuat dekorasi pertunjukan.Mariam juga mengumpulkan dan menjual barang rongsokan, menyuling minuman keras, dan menjual obat-obatan herbal.Sebagian besar pengasilannya habis untuk memberi makan anak-anaknya, biaya berobat, pakaian, dan membayar uang sekolah.
Di dinding salah satu ruangan kediamannya, tergantung foto beberapa anaknya yang terlihat bangga usai lulus dari sekolah dengan kalungan medali di leher mereka.Di sisi lain, putra tertuanya Ivan Kibuka terpaksa tak bisa melanjutkan sekolah dan harus bekerja untuk membantu keluarga."Ibu amat sibuk, pekerjaan membuat dia amat lelah. Kami membantu sebisa kami, seperti memasak, mencuci, tetapi sebagian besar beban keluarga masih ditanggunggnya," kata Ivan (23).Hidup Mariam memang tak bahagia sejak dia dilahirkan.Ibu kandung Mariam meninggalkan dia bersama ayah dan lima saudaranya tiga hari setelah Mariam lahir.Setelah ayahnya menikah kembali, ibu tirinya meracuni lima saudaranya. Mereka semua meninggal dunia.Mariam mengatakan, dia lolos dari maut karena saat itu dia tengah berkunjung ke kediaman kerabatnya.
"Saat itu saya berusia tujuh tahun, terlalu muda untuk memahami apa itu kematian. Saya diberitahu saudara soal apa yang terjadi," kata dia.Tragedi ini memicu Mariam untuk memiliki keluarga besar, meski awalnya dia hanya berharap memiliki enam anak.Kini, tantangan yang harus dihadapi Mariam adalah menyediakan rumah bagi 38 anak-anak yang masih kecil itu.Sebanyak 12 anak-anaknya tidur di atas ranjang besi dengan kasur tipis di dalam kamar yang sempit.Di kamar lain, anak-anak berdesakan berbagi alas tidur. Sementara yang lain tidur begitu saja di atas lantai.Anak yang lebih tua membantu adik-adiknya dan semuanya ikut membantu pekerjaan rumah seperti memasak.Lalu berapa banyak makanan yang harus disiapkan Mariam? Dalam sehari dia harus menyediakan 25 kilogram tepung singkong."Ikan atau daging adalah makanan mewah bagi kami," ujar Mariam.Hidup susah sejak masa kanak-kanak, satu-satunya harapan Mariam saat ini adalah anak-anaknya bisa bahagia."Saya sudah mengajarkan tanggung jawab orang dewasa kepada mereka sejak dini," kata Mariam."Saya sendiri, tidak pernah mengalami kebahagiaan, mungkin sejak saya dilahirkan," tambah dia.
(*)