Grid.ID - Pandemi Covid-19 bukan lagi jadi halangan bagi para seniman untuk terus berkarya.
Meskipun ruang gerak para seniman sempat terbatas selama setahun lebih akibat pandemi, kini Festival Anak Bajang pun hadir dengan tujuan memberikan harapan.
Pertama, porakporandanya infrastruktur sosial, kesehatan dan ekonomi akibat pandemi, bukanlah akhir dari kehidupan.
Kedua, ambruknya sistem kekebalan tubuh manusia karena virus corona, justrumenantang sistem kekebalan yang lebih kuat.
Festival Anak Bajang mau menegaskan bahwa di balik bencana pandemi, ada simpul-simpul baru kehidupan.
Ada solidaritas dan kejenakaan yang tumbuh sebagai kunci untuk keluar dari semua persoalan.
“Anak Bajang”—sosok pewayangan yang menjadi tokoh dalam novel Anak Bajang Menggiring Angin (1981)—sangat tepat disebut sebagai representasi buruk-rupanya dunia saat ini.
Dunia yang ditelanjangi pandemi, tetapi sekaligus dunia yang penuh harapan akan solidaritas menuju keceriaan baru.
“Anak Bajang” adalah gambaran dunia yang buruk rupa, tetapi penuh harapan.
Meskipun disingkirkan dan diabaikan karena buruk-rupanya, Anak Bajang menghadirkan keceriaan di tengah situasi putus asa. Anak Bajang selalu berikhtiar mencapai kesempurnaan.