"Kita sebagai masyarakat setelah menghadapi cobaan yang sangat berat ini, saya kira salah satu dimensi yang sangat penting dan masih kurang dapat perhatian adalah kesehatan mental," ucap Hilmar.
"Kita banyak membicarakan tentang vaksin dan sebagainya, sementara yang kita perlukan adalah vaksin kultural," tuturnya.
Sementara itu kepala Museum Anak Bajang, Rhoma Dwi Aria Yuliantri pun mengatakan hadirnya museum di tengah kota Sleman, Yogyakarta, ingin menjadi ruang bersama bagi para seniman.
"Kami cuma ingin meneruskan kebaikan hati orang-orang sehingga mewujudkannya jadi habitat bersama. Kami memang mengkonsepkannya museum untuk komunitas," kata Rhoma.
“Anak Bajang” merupakan sosok pewayangan yang menjadi tokoh dalam novel Anak Bajang Menggiring Angin (1981) karya Sindhunata.
Panitia Festival Anak Bajang menemukan bahwa "Anak Bajang" sangat tepat disebut sebagai representasi buruk-rupanya dunia saat ini. (*)