Grid.ID - Pergulatan seorang anak, orang tua, dan kepasrahan perempuan dalam lingkungan sosial budayanya menjadi kekuatan dalam film CINTA BETE.
Ketika cinta pada orang yang salah, dan kepatuhan pada adat budaya menjadi suatu kekuatan yang tak terbantahkan.
Ketika cinta orangtua ternyata mengarah pada ketidakpatuhan anak akan pilihannya, semua menjadi petaka dan sesal di akhir kisah.
Leni Lolang sang produser yang juga merupakan penulis ide cerita asli dari Inno Maleo Films, menuangkan cerita yang ditangkap dari berbagai kisah nyata di Atambua.
Kekuatan sinematografi dari mata seorang sutradara Roy Lolang (Sutradara dan DOP ), membuat film ini menyentuh emosi akan rasa sakit yang begitu menoreh Atambua, lokasi dengan pemandangan yang luar biasa indah.
Film CINTA BETE bercerita tentang perempuan Atambua dari tanah Belu bernama Bete Kaebauk dengan latar belakang lokasi Atambua dan budaya Belu Atambua.
Pembuat ingin memperkenalkan dinamika hidup di daerah NTT dari alam dan budayanya.
Kisah perempuan yang selalu mendapat perlakuan sebagai korban dalam kehidupan sehari hari. Adanya sistem Mahar atau disebut Belis menjadikan perempuan dihargai dari berapa besar Mahar yang ditawar seorang pria.
Rasa cinta Bete kepada sahabatnya Emilio membuatnya patah hati karena Emilio memilih masuk sekolah seminari.
Bete yang kemudian bertemu Alfredo membawa Bete pada kehidupan yang tidak diimpikannya semula. Lamaran Alfredo ditolak oleh ayah Bete karena perbedaan kelas sosial dan Alfredo tidak bisa membayar mahar.
Baca Juga: Dijadwalkan untuk Diperiksa, Rachel Vennya Mengaku Belum Dapat Surat Undangan Klarifikasi