"Kami tahu, makanya kami tidak berani untuk memakannya apalagi bawa pulang. Karena seperti itu prosesnya," ujar salah satu karyawan, Rohani, seperti yang dikutip Grid.ID dari Sripoku.com.
Rohani juga mengaku, selama empat tahun kerja di pabrik tersebut dirinya mendapatkan upah yang kecil.
Yakni hanya sebesar Rp 42 ribu untuk dua bal soun yang berhasil dikemas.
"Kalau semakin banyak dapat dikemas, maka akan besar pula dapat upah. Tetapi, karena bekerjanya manual seperti ini hanya dapat Rp 50 ribu perhari," ungkapnya.
Pabrik soun Cap Ayam yang sudah beroperasi selama lebih dari 10 tahun ini diketahui setiap harinya mampu memproduksi ratusan bal soun.
Setiap bal soun berisikan 30 pcs soun kering siap konsumsi.
Namun ketika memasuki musim penghujan seperti sekarang maka hasil produksi akan jauh menurun karena proses pembuatan kebanyakan menggunakan tenaga manusia.
Hanya saat melakukan pengadukan saja menggunakan mesin.
"Kalau lagi panas, biasanya produksi bisa lebih banyak. Tetapi, kalau lagi hujan seperti ini hasil produksi juga menurun. Karena, untuk mengeringkan soun kami memanfaatkan sinar matahari," ungkap Toeng.
Hasil produksi soun Cap Ayam ini kemudian akan dikirimkan ke sejumlah daerah yang ada di Sumsel dengan harga yang terbilang lumayan terjangkau.