Grid.ID - Anak semata wayang Ismail Marzuki memiiki kehidupan yang kurang beruntung.
Di saat masyarat Indonesia mengenang jasa sang Pahlawan Nasional, anak semata wayang Ismail Marzuki justru hidup serba keterbatasan.
Terungkap bahwa anak semata wayang Ismail Marzuki harus rela berjualan es di pinggir jalan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Untuk mengenang jasa pahlawan Indonesia di Hari Pahlawan Nasional yang jatuh setiap tanggal 10 November, Google memasang doodle Ismail Marzuki di halaman utama pencariannya.
Semasa hidupnya, Ismail Marzuki dikenal sebagai komponis besar Indonesia yang sudah menciptakan lagu-lagu patriotik dan lagu kebangsaan Indonesia.
Salah satu lagunya yang sering dinyanyikan bertepatan dengan hari pahlawan adalah Gugur Bunga yang menjadi lagu wajib nasional.
Lirik lagu Gugur Bunga mengenang jasa pahlawan Indonesia yang gugur dalam medan perang.
Pria kelahiran Jakarta, 11 Mei 1914 ini juga merupakan pencipta dari lagu Halo Halo Bandung serta Rayuan Pulau Kelapa yang terpatri di hati banyak masyarakat Indonesia.
Meski Ismail Marzuki dinobatkan sebagai maestro Indonesia dan juga pahlawan nasional Indonesia, ini tidak menjadi jaminan akan kesejahteraan keluarga yang ia tinggalkan.
Laporan Tribunnews.com, anak semata wayang Ismail Marzuki yang bernama Rachmi Aziya (70) kini hidup dalam impitan ekonomi.
Di usia senjanya, Rachmi berjualan minuman es di pinggir jalan di depan rumah kontrakannya di daerah Sawangan, Depok, demi memenuhi kebutuhan hidup.
Kebanyakan pelanggan Rachmi adalah anak-anak.
Dibantu oleh anak bungsunya yang sudah berkeluarga, Rachmi mengaku mendapat keuntungan Rp 30 ribu setiap harinya dari berjualan minuman.
“Kalau uang engga cukup ya harus dicukupin,” ujar Rachmi, seperti dilansir dari Tribunnews.com, pada (2/9/2015).
Ia mengaku memilih berjualan minuman es karena modal yang dibutuhkan untuk memulai bisnis itu tidak seberapa.
“Bisnis yang lain kan memerlukan dana yang besar Saya kayaknya masih jauh memikir ke situ,” imbuhnya.
Baca Juga: Bakal Diroasting oleh Para Komika, Jefri Nichol Siapkan Mental
Sebenarnya, Rachmi masih mendapatkan royalti dari produser lagu ayahnya.
Pemerintah juga memberikan bantuan untuk keluarga pahlawan nasional.
Ismail Marzuki meninggal pada 5 Mei 1958 di pangkuan istri, Eulis, dengan disaksikan Rachmi yang saat itu masih berusia 8 tahun.
Ismail Marzuki dimakam di TPU Karet Bivak, Jakarta.
Pada batu nisannya dipahatkan lagu Rayuan Pulau Kelapa.
Beberapa puluh tahun setelahnya, pemerintah berniat untuk memindahkan makamnya ke Taman Makan Pahlawan di Kalibata.
Namun keluarga menolak dan menganggap jika hal tersebut bukanlah kepentingan yang mendesak.
Bagi pihak keluarga, di mana pun jasadnya dikubur, karya abadi Ismail Marzuki tetaplah bertumpu di hati rakyat Indonesia.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: Saat Sang Ayah Tampil di Google Doodle, Anak Ismail Marzuki Hidup dalam Impitan Ekonomi (*)