Grid.id - Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Dedy Permadi menyatakan bahwa berita palsu atau hoaks masih menjadi ancaman serius di kalangan masyarakat.
Dalam Siaran Pers Menolak Hoaks Covid-19 dari Media Center Forum Merdeka Barat 9 (FMB 9) – KPC PEN, Kamis (25/11/2021), Dedy juga menegaskan perlu perhatian dan kerja sama seluruh pihak agar masyarakat, terutama generasi muda, dapat menyikapi hoaks dengan cerdas.
"Dua puluh November lalu kita memperingati Hari Anak Sedunia yang ditetapkan sejak tahun 1954 untuk meningkatkan kesejahteraan anak-anak di seluruh dunia. Namun ancaman hoaks dan disinformasi masih juga membayangi anak-anak, termasuk di Indonesia," kata Dedy melalui keterangan resmi, Jumat (26/11/2021).
Hal itu tercermin pada analisis yang dilakukan oleh United Nations International Children's Emergency Fund (UNICEF) pada 2021. Merujuk pada sebuah studi di Jerman pada 2020, 76 persen dari sekitar 2.000 anak usia 14-24 tahun setidaknya terpapar hoaks satu kali dalam seminggu.
Baca Juga: Ajak Masyarakat Hindari Hoaks Terkait Covid-19, Kominfo Berikan Tips Ini
Survei lain dari UNICEF yang dilakukan di 10 negara pada 2019 juga menemukan, bahwa tiga per empat dari sekitar 14.000 responden yang merupakan kalangan muda tidak dapat menentukan kebenaran dari informasi yang diterima.
Dalam survei yang sama, ditemukan pula bahwa penyebaran hoaks oleh mahasiswa di Indonesia dilakukan tanpa alasan tertentu. Namun, beberapa juga mengaku memiliki motivasi untuk menyenangkan diri sendiri.
“Kondisi tersebut tentu harus menjadi perhatian bersama. Tentu kita tidak ingin generasi muda kita untuk terus diancam hoaks dan disinformasi, bahkan turut menyebarkan hoaks dan disinformasi,” kata Dedy.
Hoaks seputar pandemi Covid-19 masih ada
Sampai saat ini, ujar Dedy, Kemenkominfo sendiri telah mengidentifikasi ribuan hoaks sejak Januari 2020 hingga 25 November 2021.
Baca Juga: Kabar Bahagia! Nagita Slavina Telah Melahirkan Putra Kedua Raffi Ahmad Secara Sesar
Salah satu isu terbesar adalah hoaks mengenai Covid-19. Kemenkominfo menemukan sebanyak 1.999 hoaks Covid-19 pada 5.162 unggahan media sosial. Facebook menjadi platform dengan hoaks terbanyak dengan jumlah 4.463 unggahan.
Meski demikian, Kemenkominfo sudah melakukan pemutusan akses terhadap 5.031 unggahan dan menindaklanjuti 131 unggahan lainnya.
Selain itu, ditemukan hoaks tentang vaksinasi Covid-19 sebanyak 395 isu hoaks pada 2.449 unggahan media sosial. Facebook masih menjadi platform dengan isu terbanyak, yakni 2.257 unggahan. Namun, Kemenkominfo sudah melakukan pemutusan akses terhadap 2.449 unggahan.
Sedangkan untuk hoaks tentang pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), ditemukan sebanyak 48 isu pada 1.194 unggahan media sosial. Lagi, Facebook menjadi platform dengan isu hoaks terbanyak dengan 1.176 unggahan. Sebanyak 1.038 hoaks sudah dihapus sementara 156 unggahan lainnya sedang ditindaklanjuti.
Baca Juga: Berakting di Film Vidkill, Dikta Akui Kaget Dapat Tantangan Baru: Konsep Beda
Namun, kata Dedy, pertambahan isu hoaks dan sebaran konten hoaks di media sosial minggu ini tidak melebihi angka minggu lalu.
“Secara keseluruhan, di minggu ini terdapat total 13 pertambahan isu di 82 unggahan hoaks Covid-19, vaksinasi Covid-19, dan PPKM. Semetara di minggu yang lalu, terdapat total 16 pertambahan isu di 86 unggahan hoaks,” jelas Dedy.
Dari 16 isu hoaks seputar COVID-19 selama seminggu terakhir, Dedy menyebutkan beberapa contoh hoaks yang perlu ditangkal bersama.
Pertama, hoaks yang menyebut bahwa CEO vaksin merk Pfizer ditangkap agen FBI karena penipuan dan pemalsuan data vaksin. Hoaks tersebut diidentifikasi pada 18 November 2021.
Kedua, pada 19 November 2021 ditemukan hoaks tentang aliansi dokter dunia yang menyatakan bahwa varian Delta dari India tidak ada.
Ketiga, disinformasi pada 20 November 2021 yang menyatakan bahwa anggota Parlemen Austria meninggal dunia setelah divaksin Covid-19. Kemudian pada 22 November 2021, ditemukan hoaks tentang klaim vaksin Pfizer digunakan untuk melacak manusia di seluruh dunia.
Terakhir, pada 24 November 2021 ditemukan hoaks yang menyebutkan bahwa ramuan soda kue, garam epsom, boraks, dan tanah liat bentonit dapat menghilangkan kandungan vaksin Covid-19.
Dedy menegaskan, persebaran hoaks menjadi salah satu kendala besar dalam penanganan Covid-19 di Indonesia. Oleh karena itu, ia mengajak masyarakat, terutama generasi muda, untuk menjadi generasi cerdas dalam menghadapi hoaks dan tantangan dunia ke depan.
“Mari kita dukung penanganan pandemi ini dengan tidak membuat dan menyebarkan hoaks. Bersama-sama kita lakukan literasi digital, tetap menjalankan prosedur kesehatan saat beraktivitas, melakukan vaksinasi, dan tekan risiko persebaran Covid-19,” ujar Dedy.