Grid.ID - Pandemi membuat transformasi masa depan yang diperkirakan berlangsung 5 sampai 10 tahun mendatang, memaksa kita untuk beradaptasi dalam waktu 5 sampai 10 bulan.
Masa depan tidak lagi sejauh yang kita kira.
Ada dua cara untuk mengeksplorasi masa depan: menantikannya atau membuatnya.
Dalam buku The Future Book: Menjadikan Karier dan Hidup Anda Relevan di Masa Depan, Magnus Lindkvist menjabarkan bagaimana seharusnya kita berpikir mengenai masa depan.
Bereksperimen dengan Sabar
Ekseperimen adalah awal dari segalanya. Sejak balita, kita jatuh berkali-kali untuk bisa berjalan.
Magnus Lindkvist mengibaratkan eksperimen ini bagai berkebun.
Saat berkebun, kita bisa menyiapkan berbagai hal dan memastikan kondisi-kondisi tertentu terpenuhi, tetapi kita tidak akan bisa memastikan hasilnya akan seperti apa.
Hidup dari bawah ke atas seperti ini membuat kita tidak gila akan kontrol dan membiarkan kegagalan tetap menjadi satu opsi.
Berusaha mengontrol segala sesuatunya malah juga bisa menutup opsi dan peluang lain yang terbuka.
Sebidang kebun yang cantik tidak tumbuh karena kebetulan, tetapi bagaimana warna muncul dan semak mengarahkan posisi cabang-cabangnya, tidak dapat dikontrol.
Eksperimen yang baik, seperti aktivitas berkebun yang baik, dipenuhi “kesabaran yang bergairah”.
Dengan seperti ini pula, kita akan bisa memiliki kesadaran untuk bounce back, bangkit kembali dari kegagalan dan tidak membiarkan kerikil menghalangi kita untuk berjalan ke masa depan.
Baca Juga: 4 Cara Memecahkan Masalah ala Sherlock Holmes, Dijamin Bisa Lalui Masalah Tanpa Keluh Kesah
Daur Ulang Kegagalan
Tidak ada seorang pun yang menyukai kegagalan. Namun, kegagalan dapat menjadi pijakan kita untuk melompat ke masa depan.
Banyak orang berpikir bahwa masa depan pasti berasal dari masa depan, sehingga mengabaikan berbagai ide-ide gagal, yang mungkin justru adalah jalan ke masa depan.
Bahan bangunan semen digunakan pada zaman Byzantium, tetapi bahan ini mahal dan kurang praktis sehingga ditinggalkan selama berabad-abad sampai ditemukan kembali melalui sebuah proses manufaktur yang baru pada tahun 1800-an.
Kita cenderung melihat gagasan sebagai sebuah “apa”, tetapi sebenarnya mungkin itu adalah soal “kapan” atau “siapa” atau “bagaimana”.
Berpikirlah seperti Anak-anak
Beberapa orang yang lebih tua memang bijaksana, tetapi banyak yang menjadi kaku dan mengeluh bahwa dunia dari masa lalu sudah tidak ada lagi.
Pengalaman baru memang tidak selalu menyenangkan, namun, di dalam kebaruanlah kita dapat menjumpai masa depan.
Baca Juga: The Lie Tree: Menjalin Fantasi, Misteri, dan Feminisme pada Era Victoria
Hal baru mungkin membuat kita tidak senang, tetapi membuat generasi yang akan datang berterima kasih.
Milikilah pikiran anak kecil yang penuh rasa ingin tahu dan berpikiran terbuka.
Anak kecil selalu dapat menemukan kegembiraan dari setiap perubahan yang terjadi.
Di usia yang ke-29, Penerbit BIP mengusung tema “Creating the Future”.
Akan ada semakin banyak cara untuk mengolah sebuah ide.
Jika buku awalnya hanya dibayangkan dalam bentuk fisik, ke depannya bisa dikembangkan dalam berbagai bentuk seperti audiobook, e-book, film, gim, dan konten mengasyikkan lainnya.
Kita semua mungkin merasa bingung akan perubahan yang terjadi dengan sangat pesat.
Meskipun begitu, berani melangkah dan merancang masa depan menjadi dasar untuk tetap relevan dengan keadaan saat ini.
Dengan segulung harapan akan masa depan, mari kita terus melangkah dan membuat perubahan.
The Future Book: Menjadikan Karier dan Hidup Anda Relevan di Masa Depan ini, bisa didapatkan didapatkan di sini. (Febriani)
(*)