Laporan Wartawan Grid.ID, Annisa Dienfitri
Grid.ID - Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dipimpin oleh Presiden Soeharto selama 32 tahun.
Selama 32 tahun memimpin Indonesia, Presiden Soeharto diketahui telah melakukan beberapa operasi intelijen.
Untuk melaksanakan beberapa operasi intelijen itu, Soeharto memerintahkan berbagai misi super rahasia dengan mengutus intelijen andalannya, Benny Moerdani.
Satu operasi intelijen yang dilakukan yakni misi pembelian 32 pesawat tempur bekas A-4E Skyhawk milik Israel pada tahun 1979 silam.
Meski tak punya hubungan diplomasi, pesawat-pesawat tempur itu berhasil diboyong ke Indonesia untuk memperkuat TNI AU.
Misi super rahasia lainnya yang dijalankan Benny Moerdani atas perintah Soeharto adalah menyembunyikan Presiden Kamboja, Lon Nol, dari kejaran kubu komunis di negaranya.
Melansir buku berjudul 'Benny Moerdani yang Belum Terungkap', tahun 1975 adalah masa genting bagi Kamboja.
Pemberontakan kubu komunis Khmer Merah yang dipimpin oleh Saloth Sar menghebat, membuat pasukan Lon Nol terpukul.
Pembantaian terjadi hampir di seluruh Kamboja dan menjadikan Lon Nol termasuk dalam target pembantaian tersebut.
Kala itu, Amerika Serikat yang mendukung Lon Nol bermaksud melarikan sekutunya itu ke tempat yang aman.
Di titik itulah Soeharto selaku Presiden Indonesia mengambil langkah berani.
Sebagai sekutu Amerika Serikat, Indonesia bersedia menyembunyikan Lon Nol dengan dalih kunjungan diplomatik.
Soeharto bersedia membantu Amerika Serikat dengan menerima kedatangan Lon Nol di Bali.
Pada 1 April 1975, di bawah ancaman kubu komunis, Lon Nol berangkat menuju Ngurah Rai, Bali.
Benny Moerdani sampai menyewa pesawat Garuda untuk memberangkatkan Lon Nol dari Kamboja.
Rombongan Lon Nol bertemu dengan Soeharto di Bali pada 5 April 1975.
Dalam pertemuan tersebut, Soeharto mendukung pemerintah Lon Nol, tapi tak bersedia jadi penengah antara kubu komunis dengan Lon Nol.
Di samping itu, pendiri CSIS Jusuf Wanandi mengatakan bahwa Indonesia secara rahasia juga mengirim senjata AK-47 kepada Lon Nol melalui Amerika Serikat.
Sebagai gantinya, Indonesia mendapat ribuan senjata M-16 buatan Amerika Serikat.
Dalam buku berjudul 'United States and Cambodia, 1969-2000: A Troubled Relationship', Kenton Clymer menulis setidaknya lima kali Indonesia mengirimkan senjata.
Pengiriman kelima terjadi pada November 1970, Clymer mencatat Indonesia mengirim 1770 senapan AK-47 pada bulan itu.
Dan sebagai imbalannya, Indonesia mendapat 5880 senapan M-16 dan 54 ribu amunis.
Misi di Afganistan dan Israel
Benny Moerdani juga pernah sukses menyelundupkan 2000 senjata ke Afganistan.
Hal ini berawal saat pasukan Uni Soviet akan menduduki Afganistan, sehingga membuat Amerika Serikat yang sedang perang dingin pun mulai gusar.
Indonesia di bawah kepemimpinan Soeharto yang saat itu dekat dengan Amerika Serikat, memutuskan untuk membantu.
Soeharto mengutus Asisten Intelijen Pertahanan dan Keamanan Benny Moerdani untuk bertemu dengan kepala intelijen Pakistan.
"Pertemuan itu membahas permintaan pejuang Afganistan dan intelijen Pakistan untuk penyediaan logistik, obat-obatan, dan persenjataan buat pejuang Afganistan," kata Marsekal Madya (Purn) Teddy Rusdy yang saat itu menemani Benny.
Setelah itu, disepakati operasi bersama yang diberi nama "Babut Mabur' atau permadani terbang.
Atas persetujuan Soeharto, senjata-senjata sumbangan dari Uni Soviet yang diterima Indonesia saat Trikora diserahkan ke pejuang Afganistan.
Teddy Rusdy dalam buku biografinya berjudul 'Think Ahead' menyebut senjata itu diangkut ke Jakarta dan disimpan di bandara Halim Perdanakusuma.
"Waktu itu terkumpul 2000 pucuk senjata, cukup untuk dua batalion" kata Teddy.
Pekerjaan berikutnya, Teddy diperintah Benny untuk menghapus nomor seri senjata-senjata itu.
Baru pada Juli 1981, persiapan pengiriman mulai dilakukan.
Semua senjata dimasukkan ke peti dan diberi tanda palang merah.
Sebagai kamuflase, peralatan tempur ini dicampur dengan obat-obatan dan selimut.
Teddy juga ditugasi Benny mengantar peti-peti tersebut dengan kargo udara menggunakan Boeing 707 milik Pelita Air.
Pesawat tersebut diawaki kapten Arifin, Andullah, dan Danur.
Seluruh aktivitas Teddy dipantau Benny dari Jakarta.
Benny juga meminta Teddy terus berkomunikasi menggunakan scrambler atau peralatan komunikasi milik intelijen.
Saat pesawat mendarat, intel Pakistan sudah siaga dengan membawa 20 truk.
Misi penyelundupan senjata pun sukses dan berhasil diterima oleh pejuang Afganistan.
Nama sandi misi super rahasia selanjutnya adalah Operasi Alpha, diambil dari huruf depan pesawat A-4E Skyhawk yang akan dibeli.
Pembelian pesawat tempur bekas A-4E Skyhawk secara diam-diam ini dilakukan karena saat itu Indonesia tak punya hubungan diplomatik dengan Israel.
Mantan Kepala Staf TNI AU Marsekal (Purn) Ashadi Tjahjadi dalam bukunya berjudul 'Loyalitas Tanpa Pamrih', menceritakan Benny Moerdani memberikan ancaman pada para anggota yang ikut dalam misi super rahasia itu.
Benny mengancam tidak akan mengakui kewarganegaraan mereka jika Operasi Alpha gagal.
"Yang ragu-ragu silakan kembali sekarang," ucap Benny di dalam buku Ashadi Tjahjadi.
Misi super rahasia ini cukup merepotkan intelijen Indonesia karena harus mengirim tim mulai dari teknisi hingga pilot secara diam-diam.
Semua identitas prajurit yang dikirim dalam misi ini dibuang di laut Singapura.
Bahkan demi menjaga kerahasiaan, mereka menyebut Israel dengan sebutan 'Arizona' (negara bagian AS).
Djoko Poerwoko, satu anggota tim, dalam bukunya berjudul 'Menari di Angkasa', menceritakan bahwa awalnya mereka terbang ke Frankfurt, Jerman.
Setelah beberapa kali ganti pesawat, mereka tiba di bandara Ben Gurion, Tel Aviv, Israel.
Di sana, para pilot langsung digiring petugas tanpa sempat menyerahkan surat jalan.
"Betapa hebatnya agen rahasia Mossad (intelijen Israel) yang dapat cepat mengenali penumpang gelap tanpa paspor," kata Djoko dalam bukunya.
Misi super rahasia Operasi Alpha berakhir pada 20 Mei 1980.
Tim ini kemudian pulang ke Indonesia melalui Washington.
Kemudian mereka ke Arizona, masuk ke pangkalan US Marine Corps.
Selama tiga hari mereka menjalani pelatihan versi Marine Corps, dan pada hari terakhir mereka diwajibkan berfoto dengan A-4E Skyhawk milik AS.
"Ini sebagai kamuflase intelijen," kata Djoko dalam bukunya.
Kembali ke Indonesia, mereka memamerkan Skyhawk ke publik pada peringatan HUT ABRI, 5 Oktober 1980.
Sebagai informasi, melansir wartakotalive.com, Soeharto merupakan pejabat Presiden yang diangkat oleh MPRS di bawah kepemimpinan Jenderal AH Nasution.
Soeharto disebut sebagai satu-satunya Presiden Indonesia yang berani memutuskan hubungan diplomatik dengan Tiongkok pada 1967 silam.
(*)