Laporan Wartawam Grid.ID, Annisa DienfitriGrid.ID - Menulis kisah tokoh ulama sekaligus sastrawan Abdul Malik Karim Amrullah Datuk Indomo diakui terasa sulit bagi novelis A Fuadi.Pasalnya, A Fuadi nyaris tidak mendapatkan informasi dari orang yang pernah berhubungan langsung dengan ulama dengan nama pena Hamka itu.Alhasil untuk menyelesaikan novel 'Buya Hamka', A Fuadi hanya bisa mewawancarai pihak keluarga dan beberapa narasumber lainnya."Kalo kita mau dapat cerita langsung dari orang yang kenal Hamka, agak susah, orang kontemporari yang seumuran dia udah gak ada lagi," Fuadi."Akhirnya kita turun ke generasi selanjutnya, saya dapat tes untuk wawancara langsung dengan anak pihak Hamka juga dengan cucu beliau," jelas A Fuadi saat jumpe pers virtual, Rabu (8/12/2021)."Dari sana, saya mencoba merekonstruksi kemanusiaan Hamka. Dari membaca, ngobrol, wawancara itu, saya bikin bangunan cerita," tambahnya.A Fuadi mengaku selama ini ia hanya mengenal sosok Ketua MUI (Majelis Ulama Indonesia) pertama itu dari sudut pandang orang Melayu.
Namun menariknya, saat menggarap novel 'Buya Hamka', A Fuadi justru menemukan perspektif baru dari seorang profesor Amerika bernama James R Rush.Profesor James R Rush itu rupanya telah melakukan riset selama puluhan tahun terhadap sosok Hamka yang wafat tahun 1981 silam."Saya selama ini perspektif Hamka dari orang Melayu, orang Indonesia, Malaysia, ternyata ada seorang profesor dari Amerika namanya James Rush.""Dia menulis 'The Great Story of Hamka', itu hasil riset puluhan tahun," kata A Fuadi.Penulis novel 'Negeri 5 Menara' ini berharap racikan berbagai perspektif yang dituangkan melalui novel 'Buya Hamka' bisa memberikan warna baru bagi para pembaca."Pak James ini baik banget, saya juga dapat akses bahan baru dari pak James ini dari perspektif yang berbeda, dari perspektif barat.""Mudah-mudahan kombinasi ini bisa membuat cara melihat Hamka dengan era baru," pungkas A Fuadi.Saat ini, novel 'Buya Hamka' yang diterbitkan Falcon Publishing ini sudah terbit.
(*)