Grid.ID - Kisah Herlina Kasim tampaknya selama ini jarang diketahui publik.
Selama ini jarang diketahui publik, inilah sosok Herlina Kasim yang juga merupakan TNI pertama wanita.
Ternyata Herlina Kasim berani merangkak di bawah hujan peluru demi merebut Irian Barat dari Belanda.
Mungkin sedikit kita mendengar kisah wanita-wanita TNI yang melakukan misi besar.
Namun, tahukah Anda ternyata ada satu nama pernah melakukan misi berbahaya menyurup ke Irian Barat, dia adalah Herlina Kasim.
Dia sempat nekat menemui Soeharto untuk meminta ikut menyusup ke Irian Barat (sekarang Papua)
Meski bukan seorang pria, hati Herlina Kasim ikut terketuk saat Ibu Pertiwi memanggilnya untuk ikut membebaskan Irian Barat dari Belanda.
Dia tercatat sejarah sebagai wanita pertama TNI yang dengan sukarela berjibaku di rimba perawan Irian untuk bergerilya.
Waktu sudah menunjukkan pukul 5.40 pagi hari. Angin Mamiri yang akan membawa Herlina Kasim dengan teman-temannya menerobos ke Irian Barat masih terapung-apung di tengah laut.
Kompas tak ada, yang ada malah kabut tebal. Tidak ada jalan lain untuk masuk teluk dan harus menunggu sampai kabut agak reda.
Daripada menunggu di kapal, mereka turun sebentar. Alangkah kagetnya. Yang disinggahi justru pos tentara Belanda.
Untung tidak ada penjaga. Tanpa pikir panjang, mereka seketika kembali ke perahu.
Motor dihidupkan, terus meluncur. Arah dikira-kira saja, asal sudah bisa keluar dari lubang buaya.
Fajar sudah mulai menyingsing, waktu mereka tiba di perairan musuh. Tanpa punya kompas mereka yakin sudah menuju ke arah yang benar.
Bendera Belanda dipasang, demi berhasilnya usaha mereka. Lihai, tetapi apa boleh buat.
Pulau Waigeo di mana sebagian dari Pasukan Gerilya (PG) 500 mendarat, sudah berada di depan mata. Namun di mana posnya?
Bendera merah putih biru diganti dulu dengan merah putih.
Sangat berbahaya, tetapi tidak ada jalan lain. Mereka sudah diberi pesan, di sekitar Pulau Waigeo harus menggunakan bendera Indonesia.
Salah-salah bisa diganyang oleh kawan sendiri.
Akhirnya mereka toh bisa bertemu dengan rekan-rekannya. Pos mereka di Teluk Arago.
Kapal tak dapat dinaikkan ke darat, karena sudah telanjur air surut. Padahal kapal sama dengan urat nadi.
Tanpa kapal mereka tidak mungkin dapat berkutik. Lagi pula kapal tersebut dapat memberi petunjuk kepada musuh.
Tetapi sekarang tak ada jalan lain, daripada menunggu sampai sore hari.
Selama itu awak Angin Mamiri menggunakan kesempatan untuk terjun ke laut. Badan rasanya sudah ketat.
Beberapa hari tidak pernah menyentuh air. Baru enak-enaknya mandi, tiba-tiba ada seorang berteriak, “Kapal musuh!”
Kapalnya memang terlihat memakai bendera merah putih. Tetapi tidak mungkin kapal Republik Indonesia berlayar dengan seenaknya di perairan tersebut.
Herlina merangkak keluar di bawah hujan peluru. Bagaimanapun juga mereka yakin, Belanda tidak akan berani mendarat.
Hujan peluru
Letak Teluk Arago terlalu masuk ke darat dan pohon-pohon tumbang bergeletakan di mana-mana. Posisi mereka sekarang sangat berbahaya, oleh karena sudah diketahui musuh.
Satu-satunya jalan untuk mempertahankan diri ialah main kucing-kucingan di pulau-pulau kosong sekitarnya.
Apa yang harus mereka lakukan dalam keadaan segawat itu?
Suara peluru terakhir baru saja lenyap, sewaktu Komandan J. Komontoy membuat rencana untuk meluncurkan sebagian pasukannya, agar musuh tidak terus-menerus menghadang mereka.
Sungguh suatu putusan yang sangat berani.
Dua puluh tiga orang yang akan ikut. Sisanya harus mengembara di hutan, termasuk Herlina.
“Sebulan lamanya kami mengembara di hutan belantara,” kata Herlina.
“Juli 1962, kami mendarat di Irian Barat. Makanan yang dibawa sudah habis, binatang-binatang tak ada, kecuali kerang di tepi pantai."
"Itu pun harus dimakan mentah. Karena kami tidak boleh menyalakan api. Takut ketahuan musuh.”
Artikel ini telah tayang di Intisari Online dengan judul, Inilah Herlina Kasim, TNI Wanita Pertama Ngotot Ingin Ikut Misi Berbahaya di Irian Barat, Sampai Nekat Memintanya ke Soeharto, Tapi Begitu Masuk Sarang Musuh Langsung Dihujani Peluru
(*)