Laporan Wartawan Grid.ID, Rissa Indrasty
Grid.ID - Kematian merupakan hal yang akan terjadi pada setiap umat manusia.
Kendati demikian, kematian merupakan hal yang tidak diinginkan semua orang.
Pasalnya, ketika sudah mati, orang-orang tidak bisa lagi beraktivitas dan melakukan apapun selain terbaring di liang lahat.
Namun, apa jadinya jika tiba-tiba terdengar suara usai seseorang dinyatakan telah wafat dan telah dikuburkan?
Hal ini benar-benar terjadi di sebuah kota kecil bernama la Entradad di Honduras.
Kisah ini bercerita mengenai gadis berusia 16 tahun bernama Neysi Perez pada tahun 2015 silam.
Saat itu ia sedang hamil 3 bulan, ia mendadak jatuh dan mulutnya mengeluarkan busa.
Ketika Perez akhirnya tidak sadarkan diri, orangtuanya khawatir dan membawanya ke rumah sakit.
Sesampai di rumah sakit, doker gagal menyelamatkan Perez dan mengumumkan kematiannya pada keluarganya.
Akhirnya Perez dibawa pulang ke rumah untuk segera dimakamkan oleh anggota keluarganya.
Setelah ia dimakamkan, sehari kemudian suami Perez, Rudy Gonzalez mengunjungi makam istrinya.
Tiba-tiba ia mendengar suara terengah-engah dari dalam makam beton Perez, dengan segera ia meminta bantuan pada warga.
Setelah itu, Gonzalez dibantu warga mulai membongkar makam beton yang digunakan untuk mengubur Perez.
"Saat saya meletakkan tangan saya di makamnya, saya bisa mendengar suara-suara di dalamnya," kata Gonzalez.
"Saya mendengar ketukan, lalu saya mendengar suara. Dia berteriak minta tolong," tambah Gonzalez.
Anggota keluarga beserta warga mati-matian membongkar makam tersebut.
Setelah berhasil mengeluarkan peti mati tersebut, Perez dan peti matinya diangkut dengan truk.
"Sudah satu hari sejak kami menguburnya. Saya tidak bisa mempercayainya. Saya sangat gembira, penuh harapan," kenang Gonzalez.
Lalu, mereka membawa peti mati yang berisi jenazah Perez ke rumah sakit terdekat di San Pedro Sula dan segera diperiksa oleh dr Claudia Lopez.
"Seluruh keluarga bergegas masuk, hampir mendobrak pintu, membawa gadis itu di petinya," kata dr Claudia Lopez.
Meskipun ada upaya untuk menyadarkannya, semua tes yang dilakukan oleh dokter menunjukkan bahwa dia telah mati secara klinis.
Perez kemudian dikembalikan ke kuburan dan dimakamkan kembali di makam yang sama.
"Setelah kami membawanya keluar dari makam, saya meletakkan tangan saya di tubuhnya. Dia masih hangat, dan saya merasakan detak jantung yang lemah," kata sepupunya, Carolina Perez.
Maria Gutierrez, sang ibu sangat yakin putrinya dikubur hidup-hidup dan menyalahkan para dokter karena mengumumkan kematiannya terlalu cepat.
Dokter percaya bahwa serangan panik sementara menghentikan jantung Perez.
Beberapa hipotesis juga mengatakan bahwa dia telah mengalami serangan cataplexy, yaitu hilangnya fungsi otot secara tiba-tiba karena tekanan atau ketakutan yang ekstrim.
Kejadian yang dialami Perez cukup ironis jika dokter benar-benar salah klaim wanita tersebut sudah mati.
Dikutip Grid.ID melalui Suryamalang.com, Kamis (20/1/20222), ada 3 Fase yang dialami tubuh jenazah setelah beberapa jam dinyatakan meninggal.
Sebelum tubuh mayat menjadi kaku, terjadi perubahan warna tubuh yang diawali dengan pencernaan membran sel oleh enzim dan kemudian akan bocor ketika sel memecah, seperti yang dilansir dari laman BBC.
Semua ini biasanya dimulai di hati, yang kaya akan enzim, dan di otak, yang memiliki kandungan air yang tinggi.
Namun, akhirnya semua jaringan dan organ lain mulai rusak dengan cara ini.
Sel darah yang rusak mulai tumpah dari pembuluh yang pecah dan dibantu oleh gravitasi, menetap di kapiler dan pembuluh darah kecil, mengubah warna kulit.
Suhu tubuh juga mulai turun, sampai menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan tubuh menjadi kaku.
Agar lebih mudah, simak penjelasan garis waktu dari proses pembusukan fisik setelah kematian berdasarkan laman verywellhealth.com.
1 jam kemudian
Pada saat kematian, semua otot dalam tubuh menjadi lemas, keadaan yang disebut flacciditas primer.
Kelopak mata kehilangan ketegangan, pupil membesar, rahang kemungkinan terbuka, dan sendi serta anggota tubuh fleksibel.
Dengan hilangnya ketegangan pada otot, kulit akan mengendur, yang dapat menyebabkan sendi dan tulang menonjol di tubuh, seperti rahang atau pinggul, menjadi jelas.
Jantung manusia berdetak lebih dari 2,5 miliar kali selama rata-rata umur manusia dan darah beredar sekitar 5,6 liter (6 liter) melalui sistem peredaran darah.
Dalam beberapa menit setelah jantung berhenti, sebuah proses yang disebut 'pallor mortis' menyebabkan warna tubuh menjadi pucat saat darah mengalir dari pembuluh darah yang lebih kecil di kulit.
Pada saat yang sama, tubuh mulai mendingin dari suhu normal 37° Celsius hingga menyesuaikan suhu sekitarnya.
Dikenal sebagai 'algor mortis' atau 'chill death', penurunan suhu tubuh mengikuti perkembangan secara bertahap, dua derajat celcius pada jam pertama, satu derajat setiap jam sesudahnya.
2 hingga 6 jam kemudian
Karena jantung tidak lagi memompa darah, gravitasi mulai menariknya ke area tubuh yang paling dekat dengan tanah (penyatuan), suatu proses yang disebut 'livor mortis'.
Jika tubuh tetap tidak terganggu cukup lama (dalam beberapa jam), bagian-bagian tubuh terdekat dengan tanah dapat berubah menjadi warna ungu-kemerahan (menyerupai memar) dari akumulasi darah.
Para pemulas jenazah terkadang menyebut ini sebagai 'postmortem stain'.
Dimulai kira-kira pada jam ketiga setelah kematian, perubahan kimia dalam sel-sel tubuh menyebabkan semua otot mulai kaku, dikenal sebagai 'rigor mortis'.
Saat rigor mortis, otot pertama yang terkena adalah kelopak mata, rahang, dan leher.
Selama beberapa jam berikutnya, rigor mortis akan menyebar ke wajah dan turun melalui dada, perut, lengan, dan kaki hingga akhirnya mencapai jari tangan dan kaki.
7 hingga 12 jam kemudian
Kekakuan otot maksimum di seluruh tubuh terjadi setelah sekitar 12 jam karena rigor mortis, meskipun ini akan dipengaruhi oleh usia almarhum, kondisi fisik, jenis kelamin, suhu udara, dan faktor lainnya.
Pada titik ini, anggota tubuh mayat sulit untuk dipindahkan atau dimanipulasi.
Lutut dan siku akan sedikit tertekuk, dan jari tangan atau kaki bisa tampak bengkok seperti tak biasanya.
12 jam selanjutnya
Setelah mencapai keadaan rigor mortis maksimum, otot-otot akan mulai mengendur karena perubahan kimia yang berkelanjutan dalam sel dan pembusukan jaringan internal.
Proses yang dikenal sebagai 'flacciditas sekunder', ini terjadi selama satu hingga tiga hari dan dipengaruhi oleh kondisi eksternal seperti suhu.
Jika lingkungan dalam keadaan dingin, proses ini akan sedikit lebih lambat dari biasanya.
Selama 'flacciditas sekunder', kulit akan mulai menyusut, menciptakan ilusi bahwa rambut dan kuku tumbuh.
Rigor mortis kemudian akan menghilang ke arah yang berlawanan — dari jari tangan dan kaki ke wajah — selama 48 jam.
Setelah 'flacciditas sekunder' selesai, semua otot tubuh akan kembali lemas.
(*)