Find Us On Social Media :

Dikurung Layaknya Binatang dan Tak Diperlakukan Secara Manusiawi, Ini Nasib Pekerja Kebun Kelapa Sawit Milik Bupati Langkat yang Terjaring OTT KPK

By Annisa Marifah, Selasa, 25 Januari 2022 | 07:09 WIB

Nasib pilu para pekerja kebun kelapa sawit Bupati Langkat

Laporan Wartawan Grid.ID, Annisa Marifah

Grid.ID — Jika biasanya kita mendengar istilah perbudakan dalam pelajaran sejarah, tak disangka di era modern ini perbudakan juga masih ada.

Melansir Kompas.com, Bupati nonaktif Langkat yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK, diduga juga melakukan kejahatan perbudakan.

Perhimpunan Indonesia untuk Buruh Migran Berdaulat, Migrant Care mengungkap bahwa mereka menemukan kerangkeng berupa penjara.

Mereka mendapat laporan bahwa ada kerangkeng manusia serupa penjara (dengan besi dan gembok) di dalam rumah bupati.

Kediaman Bupati Langkat sendiri terletak di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Langkat.

"Kerangkeng penjara itu digunakan untuk menampung pekerja mereka setelah mereka bekerja," ujar Ketua Migrant Care Anis Hidayah.

"Dijadikan kerangkeng untuk para pekerja sawit di ladangnya," sambungnya.

Anis Hidayah mengungkap bahwa ada dua sel yang digunakan Bupati Langkat itu untuk memenjarakan 40 pekerja.

Baca Juga: Antar Suami Menikah Lagi, Istri di Bulukumba Viral Gara-gara Ikhlas Dipoligami, Tak Canggung Duduk Bersanding Bertiga di Pelaminan

"Ada dua sel di dalam rumah Bupati yang digunakan untuk memenjarakan sebanyak 40 orang pekerja setelah mereka bekerja," ungkap Anis.

Anis menyebut bahwa kemungkinan ada lebih banyak pekerja lagi yang belum dilaporkan.

Dilansir Grid.ID dari Tribunnewsbogor.com pada Senin (24/1/2022), para pekerja ini dipaksa bekerja selama 10 jam sehari.

Selain itu para pekerja ini juga diputus hubungannya dengan dunia luar dengan cara tak memberi akses ke luar.

"Para pekerja tersebut dipekerjakan di kebun kelapa sawitnya selama 10 jam, dari jam 8 pagi sampai jam 6 sore," ujar Anis.

"Setelah mereka bekerja, dimasukkan ke dalam kerangkeng/sel dan tidak punya akses kemana-mana," jelasnya.

Para pekerja ini juga mengaku hanya diberi makan dua kali sehari dengan makanan yang tak layak makan bagi manusia.

Mereka juga tak mendapat upah maupun gaji atas pekerjaan mereka.

"Setiap hari mereka hanya diberi makan 2 kali sehari. Selama bekerja mereka tidak pernah menerima gaji," kata Anis.

Baca Juga: Durhaka! Gelap Mata Gegara Harta Rp 2,7 Miliar, Wanita Ini Nekat Simpan Mayat Neneknya di Freezer Selama 16 Tahun, Ketahuan Saat Jual Rumah

Anis pun membatah pernyataan Kapolda Sumut yang menyebut bahwa penjara di kediaman Bupati Langkat itu adalah panti rehabilitasi sosial.

Kapolda Sumut, Irjen Pol RZ Panca Putra Simanjuntak juga menyebut bahwa panti rehabilitasi ini sudah berdiri selama 10 tahun.

"Dari pendataan atau pendalaman itu bukan soal 3-4 orang itu. Tapi kita dalami itu masalah apa. Kenapa ada kerangkeng," tutur Panca.

"Dan ternyata dari hasil pendalaman kita, itu memang adalah tempat rehabilitasi yang dibuat yang bersangkutan secara pribadi yang sudah berlangsung selama 10 tahun untuk merehabilitasi korban pengguna narkoba," lanjutnya.

Anis pun membantah sanggahan dari Kapolda Sumut ini dan menyebut bahwa dalam kejadian ini terdapat indikasi perbudakan modern.

"Bahkan situasi diatas mengarah pada dugaan kuat terjadinya praktek perbudakan modern dan perdagangan manusia yang telah diatur dalam UU nomor 21/2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang," ucap Anis.

(*)