Kebutuhan gizi yang meningkat ini bisa disebabkan oleh sakit, infeksi, prematuritas, alergi makanan, dan kelainan metabolisme.
Permasalahan stunting ini adalah hal yang serius karena bukan sekedar anak tumbuh tidak setinggi rata-rata anak lainnya.
Selain memperlambat perkembangan otak, ada efek jangka panjang berupa keterbelakangan mental hingga rendahnya kemampuan belajar.
Stunting juga dapat mempengaruhi pembakaran lemak yang kemudian meningkatkan risiko penyakit kronik saat dewasa seperti obesitas, diabetes, hipertensi, dan lainnya.
Mencegah stunting pun bukanlah permasalahan yang mudah karena dibutuhkan kerja sama dari banyak pihak.
Pemerintah Indonesia melalui Kemenkes kini telah berupaya menurunkan angka stunting dengan melakukan intervensi spesifik dan sensitif.
Kemenkes berupaya untuk memperkuat kapasitas SDM dalam pemahaman apabila menemui kasus di lapangan agar dapat ditindaklanjuti dengan tepat.
Selain Kemenkes, BKKBN sebagai pihak pelaksana pun telah menyusun Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting atau RAN PASTI.
Salah satu programnya adalah dengan mengidentifikasi pasangan yang akan menikah dengan tes kesehatan.
“Jadi, tiga bulan sebelum nikah harus diperiksa (kesehatan). Jangan cuma dikonseling aja. Periksa lingkar lengan atasnya berapa, tinggi badan, berat badan, indeks masa tubuhnya, Hb (hemoglobin),” pungkas dr. Hasto.
Prof. Damayanti juga menyotori pentingnya pengukuran tinggi dan berat anak secara rutin sebelum usia dua tahun untuk mencegah stunting.