Laporan Wartawan Grid.ID, Annisa Dienfitri
Grid.ID - Masyarakat Nepal percaya kehidupan dilindungi, dijaga, dan diawasi oleh dewi yang dijuluki Kumari.
Dewi Kumari yang terlahir sebagai titisan Dewi Taleju itu disembah oleh umat Budha dan Hindu di Nepal.
Dikutip dari Tribuntravel.com, kepercayaan pada Dewi Kumari berawal di abad 12-17 Masehi, di masa pemerintahan Raja Jayaprakash Malla yang memimpin Dinasti Malla.
Sejak pemerintahan Dinasti Malla itu, setiap kota di Kathmandu, Nepal, pun memiliki seorang Kumari.
Selama berabad-abad, anak perempuan Nepal yang belum mengalami pubertas ditahbiskan menjadi sosok Dewi Kumari.
Anak-anak perempuan itu diangkat menjadi Dewi Kumari sejak berumur sekitar 3-5 tahun.
Pemilihan jadi seorang Dewi Kumari harus melalui sebuah ritual yang dilakukan oleh para pemuka agama di kuil suci agama Hindu.
Dalam proses penilaian, para pemuka agama akan membaca berbagai pertanda dan melakukan penilaian berdasarkan 32 sisi kesempurnaan fisik manusia.
Baca Juga: Ritual Membakar Janda Hidup-hidup Jadi Tradisi Mengerikan yang Mengorbankan Jiwa, Demi Kehormatan!
Nihira Bajracharya, seorang gadis berusia 5 tahun, harus merelakan masa kanak-kanaknya untuk menjadi seorang Kumari terpilih pada Februari 2018 silam.
Sebagai seorang Dewi Kumari, Nihira dilarang menapakkan kaki di tanah.
Nihira juga tidak diperbolehkan untuk berbicara dengan orang lain, selain dengan keluarganya.
Kumari terpilih juga harus tinggal terpisah dengan orang tua dan tidak diperbolehkan meninggalkan kuil.
Dewi Kumari diizinkan untuk meninggalkan kuil hanya pada saat ritual dan festival.
Salah satunya sebuah festival perayaan yang diadakan untuk mensyukuri atas datangnya musim hujan, festival Bhoto Jatra.
Saat festival berlangsung, Kumari hanya boleh digotong dengan tandu emas dan diangkat oleh orang-orang terpilih.
Melansir Nakita.id, seorang Dewi Kumari akan kembali menjadi manusia biasa ketika dirinya telah mendapatkan menstruasi pertamanya.
Selanjutnya, posisi Dewi Kumari akan digantikan oleh gadis lainnya yang dianggap memenuhi kriteria.
Dilansir dari National Geographic, aktivis hak asasi manusia dan Pusat Rehabilitasi Wanita Nepal (WOREC) menentang dan mengutuk tradisi Kumari.
WOREC menganggap tradisi Kumari merampas masa kecil seorang anak perempuan.
Seorang mantan Dewi Kumari, Chanira Bajracharya, mengaku bahwa hidup normal seperti remaja lainnya adalah hal yang sulit.
Bahkan meski tugas Chanira sebagai Dewi Kumari sudah berakhir beberapa tahun.
"Bahkan sampai sekarang aku sulit berjalan kaki dengan gerakan yang benar, karena saat masih kecil aku selalu digendong dan ditandu."
"Dunia luar benar-benar hal yang asing untukku," ucap Chanira dikutip dari South China Morning Post.
Walaupun banyak kritik yang ditujukan, tapi pemerintah setempat tetap melestarikan tradisi tersebut.
(*)